Risiko Gangguan Pola Makan di Balik Tren Viral ‘Great Lock In’ yang Melanda Gen Z

Risiko Gangguan Pola Makan di Balik Tren Viral ‘Great Lock In’ yang Melanda Gen Z

Jakarta

Tren baru Great Lock-In melanda Gen Z, yakni menarik diri dari kehidupan sosial untuk memberi ruang bagi diri sendiri. Berjam-jam berada di rumah, membatasi aktivitas sosial, dan menjalani ritme hidup yang lebih pelan.

Perilaku ini kerap dicap sebagai bentuk kemalasan atau isolasi diri. Namun, fenomena yang sedang viral di media sosial ini justru lahir dari niat berbeda: memberi ruang bagi tubuh dan pikiran untuk menata ulang arah hidup.

Tren yang ramai diperbincangkan di TikTok dan media sosial ini kerap disalahpahami sebagai sikap menarik diri dari dunia luar. Padahal, bagi banyak orang, Great Lock-In merupakan fase reflektif yaitu memperlambat langkah untuk memperbaiki kebiasaan hidup, termasuk pola makan.

Sayangnya, perubahan ritme hidup ini sering diiringi asupan gizi yang tidak seimbang, sehingga tubuh mudah lelah dan kehilangan energi. Di sinilah hubungan antara Great Lock-In dan urusan energi tubuh mulai terlihat lebih jelas.

Mengapa Pola Makan Jadi Kunci di Fase Great Lock-In?

Melambatnya aktivitas harian tidak otomatis menurunkan kebutuhan energi tubuh. Otak, metabolisme, dan sistem hormonal tetap bekerja untuk menjaga fungsi dasar tubuh. Namun dalam fase Great Lock-In, pola waktu makan kerap menjadi tidak konsisten, konsumsi karbohidrat sederhana meningkat, sementara asupan protein, serat, dan mikronutrien justru menurun. Kondisi ini membuat tubuh mudah lesu dan sulit fokus meski aktivitas fisik relatif ringan.

Sejumlah penelitian gizi menunjukkan bahwa ketidakseimbangan asupan nutrisi berhubungan langsung dengan kelelahan dan penurunan fungsi kognitif. Tinjauan dalam jurnal Nutrients (2020) melaporkan bahwa kekurangan protein, serat, serta mikronutrien seperti vitamin B, zat besi, dan magnesium berkaitan dengan rendahnya ketersediaan energi dan performa mental. Sementara itu, Proceedings of the Nutrition Society menyoroti bahwa pola waktu makan yang tidak teratur dan dominasi karbohidrat sederhana dapat memicu rasa lelah harian, bahkan ketika tingkat aktivitas tidak tinggi.

Meski kerap diniatkan sebagai fase hidup yang lebih sehat dan reflektif, Great Lock-In sering diiringi pergeseran pola makan yang justru melemahkan energi tubuh.

Kesalahan Pola Makan yang Sering Terjadi Saat Great Lock-In

Perubahan pola makan dapat menyertai Great Lock In akibat beberapa kesalahan berikut.

Mengira kebutuhan energi ikut turun drastis

Meski aktivitas fisik berkurang, kebutuhan energi untuk fungsi otak dan metabolisme dasar tetap berjalan. Ketidaksesuaian antara asupan dan kebutuhan ini dapat memicu kelelahan dan penurunan performa, meski aktivitas sehari-hari tergolong ringan.

Jam makan tidak teratur atau sering melewatkan waktu makan

Pola brunch-late dinner atau makan hanya saat lapar membuat asupan energi tidak stabil dan tubuh lebih mudah lelah. Kajian chrononutrition dalam jurnal Nutrients menunjukkan bahwa pola waktu makan yang tidak konsisten dapat memengaruhi regulasi energi, metabolisme glukosa, dan rasa lelah sepanjang hari.

Dominasi karbohidrat sederhana dan Ultra Processed Food (UPF)

Pola makan rendah protein dan serat berkaitan dengan fluktuasi energi dan penurunan fokus, terutama bila disertai aktivitas harian yang minim gerak.

Asupan mikronutrien terabaikan

Mikronutrien seperti vitamin B kompleks, zat besi, dan magnesium berperan penting dalam produksi energi sel. Kekurangannya tidak hanya memicu rasa lelah, tetapi juga menurunkan konsentrasi, kestabilan mood, dan performa mental, sebagaimana dilaporkan dalam sejumlah tinjauan ilmiah di jurnal Nutrients dan Proceedings of the Nutrition Society.

Rasa lelah disalahartikan sebagai kurang motivasi

Studi observasional menunjukkan pola makan yang buruk dapat memengaruhi mood dan fungsi mental, sehingga rasa lelah kerap dianggap sebagai kemalasan, padahal akar masalahnya adalah tubuh kekurangan energi yang berkualitas.

Kesimpulannya, studi-studi ini memperkuat bahwa rasa lesu yang muncul dalam fase Great Lock-In bukan semata persoalan kemauan, melainkan sinyal tubuh yang tidak mendapat asupan gizi seimbang. Karena itu, pola makan menjadi kunci agar fase ini benar-benar berfungsi sebagai proses penataan ulang hidup yang sehat.

Lalu, bagaimana seharusnya pola makan disusun agar fase Great Lock-In ini benar-benar memberikan dampak positif?

Apa yang Sebaiknya Dimakan Saat Great Lock-In?

Untuk mengurangi dampak, berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Protein cukup di setiap waktu makan

Protein membantu menjaga energi lebih stabil dan mendukung fungsi otak. Studi dalam Nutrients menunjukkan asupan protein yang cukup membantu menjaga energi tetap stabil dan mendukung fungsi otak.

Karbohidrat kompleks, bukan sekadar cepat kenyang

Pilihan seperti nasi merah, oatmeal, atau umbi-umbian membantu menjaga kestabilan gula darah dibanding karbohidrat sederhana, sehingga energi lebih tahan lama.

Serat dari sayur dan buah tetap penting

Serat berperan dalam regulasi metabolisme dan kesehatan pencernaan, sehingga membantu menjaga kestabilan energi dan mencegah tubuh mudah lesu.

Perhatikan mikronutrien kunci

Zat besi, vitamin B kompleks, dan magnesium berperan dalam produksi energi sel. Zat besi dibutuhkan untuk membantu pengangkutan oksigen ke seluruh jaringan tubuh melalui hemoglobin, sehingga sel dapat menghasilkan energi secara optimal.

Sementara itu, vitamin B kompleks berperan sebagai kofaktor dalam proses metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak menjadi energi. Magnesium turut terlibat dalam aktivasi enzim dan pembentukan adenosin trifosfat (ATP), yaitu sumber energi utama bagi sel.

Kekurangan salah satu dari mikronutrien ini dapat mengganggu proses produksi energi, yang pada akhirnya membuat tubuh mudah lelah dan sulit mempertahankan konsentrasi.

Jaga jam makan tetap teratur

Literatur chrononutrition menunjukkan bahwa jadwal makan yang konsisten membantu tubuh mengatur energi dan ritme biologis harian. Sebaliknya, pola makan yang tidak teratur dapat mengganggu kerja jam biologis tubuh (circadian rhythm), termasuk regulasi hormon insulin, kortisol, dan hormon lapar-kenyang.

Gangguan ini membuat pengelolaan gula darah menjadi kurang stabil, sehingga energi lebih cepat naik lalu turun drastis. Akibatnya, tubuh lebih mudah merasa lelah, mengantuk, dan sulit fokus meski asupan kalori tidak selalu rendah.

Melambatkan ritme hidup sering disalahartikan sebagai kebutuhan untuk makan lebih sedikit. Padahal, yang lebih penting adalah ketepatan komposisi dan keteraturan makan. Asupan yang seimbang antara karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat, serat, serta mikronutrien justru membantu tubuh beradaptasi dengan ritme hidup yang lebih pelan tanpa kehilangan energi. Dengan pendekatan ini, Great Lock-In dapat menjadi fase transisi menuju kebiasaan hidup yang lebih berkelanjutan, bukan sumber kelelahan baru.

Halaman 2 dari 3

Simak Video “Video: PDSKJI Sebut Daya Kognitif Lemah Buat Perilaku Remaja Makin Agresif”
[Gambas:Video 20detik]
(fti/up)