FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap penerapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) membuat penerimaan negara dari sektor batu bara menyusut. Sekitar Rp25 triliun per tahun.
Karena melalui aturan itu, kata dia, status batu bara berubah. Semula non-barang kena pajak (non-BKP) menjadi barang kena pajak (BKP) dalam UU Ciptaker.
Perubahan status itu membuat pemerintah membayar restitusi pajak dari pengusaha batu bara dalam jumlah sangat besar setiap tahunnya.
“Pada waktu Undang-Undang Cipta Kerja 2020 diterapkan jadi membuat status batu bara dari non barang kena pajak menjadi barang kena pajak akibatnya industri batu bara bisa meminta restitusi PPN ke pemerintah, itu sekitar Rp25 triliun per tahun,” ungkap Purbaya dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI, dikutip Kamis (11/12/2025).
Purbaya mengaku heran dengan aturan tersebut. Pengenaan pajak malah berdampak rugi pada pemerintah.
“Kalau dihitung dengan cost-nya segala macam, walaupun mereka ada cost jadi digelembungin segala macam, net income (pendapatan bersih) kita dari industri batu bata bukannya positif. Malah, dengan pajak segala macam, jadi negatif,” ujarnya.
Bahkan, dia menyebutnya aneh. Karena sama saja dia menyubsidi orang kaya.
“Jadi ini kan aneh. Ini orang kaya semua, untungnya banyak, saya subsidi kira-kira secara enggak langsung,” terang Purbaya.
Adapun UU Cipta Kerja ini sebelumnya ramai dikecam publik. Sempat terjadi protes di berbagai kota di Indonesia.
Saking kencangnya penolakan, UU Cipta Kerja diplesetkan menjadi UU Cilaka. Menggambarkan betapa menghawatirkannya UU itu jika diterapkan.
(Arya/Fajar)
