SPSI Jatim: UMP Jatim 2026 Masih Terpaut Rp1 Juta dari KHL Rp3,5 Juta

SPSI Jatim: UMP Jatim 2026 Masih Terpaut Rp1 Juta dari KHL Rp3,5 Juta

Surabaya (beritajatim.com) – Pemprov Jatim telah resmi menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur Tahun 2026. Penetapan tersebut menandai adanya kenaikan upah bagi para pekerja di awal tahun mendatang, sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan antara daya beli buruh dan keberlanjutan dunia usaha.

Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa memastikan, UMP Jatim 2026 ditetapkan sebesar Rp2.446.880, atau mengalami kenaikan Rp140.895 dibandingkan UMP tahun 2025.

Kenaikan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 100.3.3.1/934/013/2025 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Timur Tahun 2026. Dengan ketetapan itu, UMP Jatim resmi naik dari sebelumnya Rp2.305.985 pada tahun 2025.

Khofifah menegaskan, penetapan UMP bukan sekadar angka administratif, melainkan hasil dari proses panjang yang mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari kondisi ekonomi regional, inflasi, pertumbuhan ekonomi, hingga masukan dari unsur pekerja dan pengusaha.

Menurutnya, kebijakan upah minimum harus mampu menjawab dua kepentingan besar sekaligus. Di satu sisi, pemerintah berkewajiban melindungi pekerja agar memiliki penghasilan yang layak dan mampu menjaga daya beli.

Di sisi lain, iklim investasi dan keberlangsungan usaha juga harus tetap terjaga.

Ketua SPSI Jawa Timur, Ahmad Fauzi, menegaskan bahwa dari perspektif buruh, besaran alfa 0,7 dinilai masih belum mencerminkan rasa keadilan. Menurutnya, buruh Jawa Timur sejak awal berharap alfa dapat ditetapkan di angka 0,9, yang berarti kenaikan upah di kisaran tujuh persen lebih.

“Kalau dari segmen buruh, tentu 0,7 alfanya dianggap masih kurang. Kami berharap alfa 0,9. Jawa Timur ini ekonomi terbesar kedua di Indonesia, tapi ironisnya UMP kita justru masuk empat terbawah se-Indonesia,” ujar Fauzi.

Ia menambahkan, permintaan tersebut bukan tanpa dasar. Dewan Ekonomi Nasional telah merilis bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja di Jawa Timur berada di kisaran Rp3,5 juta. Sementara itu, UMP Jawa Timur masih terpaut sekitar Rp1 juta dari angka KHL tersebut.

“Kami sadar tidak mungkin memaksa Gubernur Jatim menyamakan UMP dengan KHL. Tapi paling tidak, ada upaya nyata untuk mendekatkan jarak itu,” katanya.

Sebagai pimpinan buruh tingkat provinsi yang menaungi 13 konfederasi besar dan 28 federasi, sekaligus Ketua Aliansi GASPER dan Ketua Dewan Pengupahan, Fauzi menyebut perjuangan buruh kali ini dilakukan dengan penuh kesungguhan. Bahkan, kata dia, perjuangan tersebut berlangsung hingga larut malam, bertepatan dengan malam Natal.

“Kami ingin membuktikan bahwa pergerakan buruh ini serius, tapi tetap menjaga Jawa Timur agar kondusif. Ini bentuk tanggung jawab kami sebagai mitra pemerintah,” ujarnya.

Dalam konteks regulasi, SPSI Jawa Timur berpijak pada Peraturan Pemerintah Nomor 149 yang mengatur bahwa kenaikan UMK dan UMSK berada pada rentang alfa 0,5 hingga 0,9, atau sekitar lima hingga tujuh persen lebih. Fauzi menegaskan, buruh mendorong agar kebijakan pengupahan setidaknya berada pada batas maksimal regulasi tersebut.

Menariknya, di balik tuntutan kenaikan upah, SPSI Jawa Timur juga menegaskan sikap realistis. Fauzi menyatakan pihaknya memahami bahwa Gubernur Jawa Timur tidak bisa hanya mendasarkan keputusan pada usulan serikat buruh semata.

“Kami sepakat dunia usaha harus diperhatikan. Industri harus tetap sustainable. Idealisme buruh tidak boleh mematikan industri,” tegasnya.

Namun, Fauzi justru melihat kenaikan upah sebagai motor penggerak ekonomi. Menurutnya, ketika kesejahteraan buruh meningkat, daya beli ikut terdongkrak, yang pada akhirnya akan menggerakkan perekonomian Jawa Timur dan nasional. [tok/beq]