Korupsi Dana BOS Rp25,8 Miliar, Mantan Kepala SMK PGRI 2 Ponorogo Divonis 12 Tahun Penjara

Korupsi Dana BOS Rp25,8 Miliar, Mantan Kepala SMK PGRI 2 Ponorogo Divonis 12 Tahun Penjara

Ponorogo (beritajatim.com) – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya menjatuhkan vonis 12 tahun penjara kepada Syamhudi Arifin, mantan Kepala SMK PGRI 2 Ponorogo, dalam perkara penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sepanjang tahun anggaran 2019 hingga 2024. Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp25,8 miliar.

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum di Ruang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (23/12/2025). Selain pidana badan, majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp300 juta subsider kurungan serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara senilai Rp22,65 miliar.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan primair Jaksa Penuntut Umum. Hakim menilai perbuatan terdakwa tidak hanya melawan hukum, tetapi juga memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan kewenangan yang melekat pada jabatan kepala sekolah.

Selain itu, majelis hakim memerintahkan perampasan sejumlah aset untuk negara sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti. Barang bukti yang dirampas antara lain uang tunai sebesar Rp3,175 miliar, 11 unit bus, tiga unit mobil Avanza, serta satu unit mobil Pajero. Seluruh aset tersebut diperhitungkan untuk menutup kerugian negara.

Apabila nilai aset yang dirampas tidak mencukupi, jaksa diberi kewenangan untuk menyita dan melelang harta benda terpidana lainnya. Bahkan, jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap terdakwa tidak melunasi uang pengganti, maka akan dikenakan pidana tambahan berupa penjara selama lima tahun.

Plh. Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Ponorogo, Furkon Adi Hermawan, menegaskan bahwa vonis tersebut menjadi penanda penting dalam penegakan hukum di sektor pendidikan.

“Putusan majelis hakim menunjukkan bahwa penyalahgunaan Dana BOS merupakan kejahatan serius. Dana pendidikan adalah hak peserta didik dan tidak boleh dijadikan sarana memperkaya diri,” tegas Furkon Adi Hermawan, Rabu (24/12/2025).

Ia menambahkan, Kejaksaan menghormati proses hukum yang berjalan, termasuk sikap penasihat hukum terdakwa yang menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Syamhudi Arifin dengan pidana 14 tahun enam bulan penjara, denda Rp500 juta, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar kerugian negara yang sama. Meski vonis lebih ringan dari tuntutan, pengadilan menilai kerugian negara yang ditimbulkan sangat signifikan dan berdampak luas terhadap dunia pendidikan.

Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa pengelolaan Dana BOS harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Penyalahgunaan dana pendidikan, yang seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan peserta didik, akan berujung pada konsekuensi hukum yang berat. [end/beq]