Mastel Tegaskan Spektrum Frekuensi Harus Jadi Infrastruktur Ekonomi

Mastel Tegaskan Spektrum Frekuensi Harus Jadi Infrastruktur Ekonomi

Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) berpendapat spektrum seharusnya dapat dilihat sebagai struktur ekonomi, bukan hanya menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional (Infratelnas) Mastel, Sigit Jarot, mengatakan kebijakan harus berorientasi pada peningkatan kapasitas jaringan nasional, penurunan biaya per bit dan menciptakan multiplier effect ekonomi digital.

Pasalnya, jika melakukan regulasi pendekatan secara business as usual, Sigit berpendapat hal ini justru akan membuat kondisi di Indonesia tidak berubah dan justru akan tertinggal dengan negara lainnya.

“Jadi, regulasi kita itu kalau masih tetap business as usual dengan pendekatan regulasi yang sudah-sudah seperti sekarang, yaitu kita masih di generasi ke-2 yang sangat tertinggal. Sebenarnya negara-negara yang sudah maju, lebih maju penggunaan 5G-nya, sudah masuk generasi ke-4, bahkan ke-5,” Jelas sigit dalam Bisnis Indonesia Forum bertajuk Menanti Frekuensi Baru Demi Akselerasi Digital dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, di Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (23/12/2025).

Sigit juga berpendapat nilai kematangan regulasi telekomunikasi (telecom regulation maturity) Indonesia kini baru masuk era kompetisi sejak 1999. Sebab demikian dia menegaskan perlunya pendekatan yang tidak hanya semata untuk ‘senjata’ fiskal.

Tak hanya itu, Sigit juga menuturkan pengalaman global menunjukan harga spektrum yang terlalu mahal justru akan memperlambat investasi jaringan, menurunkan kualitas layanan dan kemudian pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Sebab demikian, pihaknya memberikan rekomendasi kebijakan yakni lelang 2,6 GHz perlu dirancang dengan filosofi investment-friendly spectrum policy dan bukan revenue-maximizing auction.

Sebagai informasi, sebelumnya Komdigi telah melaksanakan lelang pita frekuensi 1,4 GHz, yang bertujuan menentukan pengguna pita frekuensi radio di seluruh regional, sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 13 Tahun 2025 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio pada pita 1,4 GHz.

Pada tahun pertama, para pemenang lelang diwajibkan membayar tiga kali nilai penawaran, kemudian membayar sesuai nilai penawaran selama sembilan tahun berikutnya.

Usai lelang pita 1,4 GHz tersebut, pemerintah menyiapkan dua lelang frekuensi baru, yakni pita 700 MHz dan pita 2,6 GHz.

Pita 700 MHz termasuk kategori low band dengan cakupan luas, cocok untuk memperluas jaringan di wilayah pelosok. Adapun pita 2,6 GHz merupakan mid band yang menawarkan keseimbangan antara cakupan dan kapasitas jaringan, ideal untuk mendukung layanan 5G serta peningkatan kapasitas data di kawasan urban.