Dinas Lingkungan Hidup Jember Bekerja dalam Keterbatasan

Dinas Lingkungan Hidup Jember Bekerja dalam Keterbatasan

Jember (beritajatim.com) – Dinas Lingkungan Hidup Jember Kabupaten Jember, Jawa Timur, bekerja dalam keterbatasan. Selain tidak memiliki kelengkapan laboratorium khusus lingkungan hidup, dinas itu hanya punya satu orang pengawas lingkungan hidup.

“Eksistensi laboratorium lingkungan ini sangat menentukan masa depan,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jember Suprihandoko, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Jember, Senin (22/12/2025).

Dengan laboratorium itu, menurut Suprihandoko, tingkat polusi di antaranya kebisingan dan polusi udara bisa dipantau dan dikendalikan. “Tanpa laboratorium kita tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya.

Jember tidak termasuk dalam daerah dengan kualitas udara bersih, menurut Suprihandoko, karena belum memiliki laboratorium untuk mengukur itu. “Justru Banyuwangi yang masuk,” katanya.

Suprihandoko juga menyoroti tantangan pengawasan di lapangan dengan hanya ada satu pengawas lingkungan hidup yang terakreditasi. Menurutnya, kondisi tersebut perlu menjadi perhatian agar fungsi pengawasan dapat berjalan lebih optimal.

Kendati memiliki sejumlah keterbatasan, Suprihandoko menegaskan komitmen Dinas LH Jember terutama dalam memantau kondisi perumahan. Aktivitas penghuni perumahan menjadi salah satu perhatian utama karena berpotensi meningkatkan timbunan sampah.

“Kami upayakan untuk menyediakan bak sampah terpilah di setiap rumah kemudian menyediakan tempat penampungan sementara di masing-masing wilayah perumahan dengan melakukan pengelolaan sampah dengan prinsip reduce, reuse, dan recycle,” kata Suprihandoko.

Selain sampah, menurut Suprihandoko, peningkatan kebisingan juga diantisipasi melalui imbauan penggunaan knalpot standar, penyediaan ruang terbuka hijau sebagai peredam alami, serta pembatasan aktivitas yang memicu suara berlebih. Pemantauan kebisingan dilakukan berdasarkan baku mutu yang berlaku melalui pengujian laboratorium terakreditasi.

Suprihandoko mengatakan, pengelolaan kualitas udara turut menjadi fokus, mengingat potensi peningkatan debu di lingkungan perumahan. Upaya yang dilakukan meliputi penyiraman jalan dan halaman secara berkala, pelarangan pembakaran sampah, serta penanaman vegetasi peneduh di sepanjang jalan.

Dalam aspek limbah cair domestik, setiap rumah diwajibkan memiliki septic tank yang dilengkapi sumur resapan. Pengangkutan lumpur tinja dilakukan secara berkala melalui pihak ketiga berizin, disertai inspeksi rutin terhadap sistem sanitasi. Hal serupa juga berlaku untuk pengendalian genangan air melalui penyediaan drainase, kolam tampung, dan sumur resapan air hujan, serta edukasi kepada warga agar tidak membuang sampah ke saluran air.

Dalam konteks kebijakan, Suprihandoko menekankan pentingnya dukungan anggaran kebersihan dan lingkungan hidup sesuai ketentuan yakni tiga persen dari total anggaran daerah.

“Saya mengingatkan, sesuai dengan aturan Menteri Lingkungan Hidup bahwa alokasi anggaran kebersihan dan lingkungan hidup minimal 3 persen dari total APBD. Itu saya mohon untuk dicatat dengan baik dan nanti menjadi kebijakan yang harus diperjuangkan,” kata Suprihandoko. [wir]