Bisnis.com, JAKARTA — Akademisi meminta pemerintah untuk memperhatikan dampak sosial saat menghadirkan spektrum frekuensi baru, tidak semata-mata pendapatan negara saat proses lelang..
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB Ian Yosef M. Edward, mengatakan lelang frekuensi seharusnya tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi saja dengan menarik biaya besar di depan.
Teknologi yang makin canggih dan dampak sosial yang besar, menurutnya, dapat terwujud jika pemerintah memberikan insentif saat seleksi frekuensi digelar baik di pita 2,6 GHz maupun di pita 3,5 GHz.
Hal ini disampaikan oleh Ian dalam diskusi Bisnis Indonesia Forum dengan tajuk “Menanti Frekuensi Baru, Demi Akselerasi Digital dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” Selasa (23/12/2025).
“Kalau kita di sini kebalik. Ternyata (kalau) menghasilkan ekonomi yang lebih besar bagi operator, maka [frekuensi] lebih mahal,” kata Ian.
Apalagi, kata Ian, Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi didasarkan pada asas manfaat. Oleh karena itu, apabila teknologi yang ada meningkatkan ekonomi masyarakat, maka biaya frekuensi yang ditarik pemerintah saat lelang frekuensi digelar harus lebih murah.
Ian juga mengatakan perusahaan telekomunikasi yang dapat memberikan manfaat besar seharusnya mendapat insentif biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi.
Ian menilai permasalahan ini juga berasal dari target pemerintah yang belum berasaskan manfaat, sebagaimana dalam undang-undang telekomunikasi.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan lelang pita frekuensi 2,6 GHz kemungkinan akan dibuka pada tahun ini.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto dalam peresmian Kampung Internet di Desa Sribit, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
“Kemungkinan tahun ini paling hanya membuka aja,” kata Wayan.
Namun, Wayan belum dapat memberikan rincian mengenai waktu pasti pelaksanaan lelang pita frekuensi 2,6 GHz tersebut. Dia menjelaskan, pemerintah masih menyiapkan perangkat regulasi sebagai dasar hukum pelaksanaan lelang tersebut.
“Kan harus ada permen [peraturan menteri], ada KM [keputusan menteri], ada KM itu pun KM tentang pengadaan, dan KM sertifikasi perangkatnya gitu ya,” katanya.
Sekadar informasi, pita frekuensi 2,6 GHz adalah spektrum radio mid-band (sekitar 2.600 MHz) yang digunakan untuk komunikasi nirkabel seperti jaringan 4G dan 5G, menawarkan keseimbangan antara cakupan luas dan kapasitas data tinggi dengan bandwidth hingga 190 MHz menggunakan moda Time Division Duplex (TDD).
Di Indonesia, pita ini menjadi fokus Komdigi untuk mempercepat penggelaran 5G dan meningkatkan kecepatan internet nasional hingga 100 Mbps pada 2029 .
Kelebihan frekuensi ini menjangkau area lebih luas dibanding pita tinggi seperti 5 GHz atau mmWave, sambil mendukung kecepatan hingga gigabit per detik untuk streaming video 4K/8K, gaming, dan aplikasi berat tanpa lag.
Kekurangannya, rentang sinyal lebih pendek dibanding pita rendah seperti 700 MHz atau 1,4 GHz, sehingga memerlukan lebih banyak menara base station untuk cakupan optimal.
