Frekuensi 2,6 GHz Krusial untuk Dongkrak Peringkat Internet RI di Tingkat Global

Frekuensi 2,6 GHz Krusial untuk Dongkrak Peringkat Internet RI di Tingkat Global

Bisnis.com, JAKARTA— Kehadiran spektrum frekuensi baru, termasuk pita 2,6 GHz, dinilai masih sangat relevan dan strategis untuk meningkatkan kecepatan sekaligus peringkat internet Indonesia di tingkat global. 

Diketahui Indonesia saat ini menempati urutan ketujuh di Asia Tenggara sebagai negara dengan layanan seluler tercepat. Indonesia hanya unggul tipis dari Kamboja dan masih tertinggal dari negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai spektrum merupakan elemen krusial dalam peningkatan kualitas jaringan seluler nasional.

“Kehadiran spektrum frekuensi baru termasuk pita 2,6 GHz masih sangat relevan dan strategis untuk meningkatkan kecepatan serta peringkat internet Indonesia,” kata Heru saat dihubungi Bisnis pada Senin (22/12/2025). 

Menurut dia, terdapat beberapa alasan utama. Pertama, dari sisi kapasitas dan kualitas jaringan. Spektrum disebut sebagai “bahan baku” utama jaringan seluler. 

Pita 2,6 GHz menawarkan kapasitas lebih besar dibandingkan pita rendah, sehingga ideal untuk mengatasi lonjakan trafik data, khususnya di wilayah urban dan kawasan dengan kepadatan pengguna tinggi.

“Dengan carrier aggregation dan optimalisasi LTE-Advanced maupun 5G, spektrum ini dapat langsung berdampak pada peningkatan kecepatan rata-rata pengguna,” jelasnya.

Kedua, dari aspek efisiensi teknologi. Heru menilai, teknologi jaringan saat ini makin bergantung pada mid-band spectrum untuk mencapai keseimbangan antara jangkauan dan kapasitas.

Tanpa tambahan spektrum yang memadai, peningkatan kecepatan akan cepat menemui batas meskipun infrastruktur radio dan core network telah ditingkatkan.

Ketiga, terkait posisi Indonesia dalam pemeringkatan global. Indeks kecepatan internet global tidak hanya menilai cakupan, tetapi juga throughput aktual yang dirasakan pengguna. Dia mengatakan negara-negara dengan performa tinggi umumnya memiliki portofolio spektrum yang cukup, contiguous, dan dapat digunakan secara optimal oleh operator. 

“Karena itu, penambahan spektrum tetap menjadi prasyarat penting meski bukan satu-satunya faktor untuk mendorong lonjakan peringkat Indonesia,” kata Heru.

Meski demikian, Heru menekankan spektrum baru harus dibarengi kebijakan turunan yang tepat agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat. Untuk mendorong peningkatan posisi Indonesia pada 2026, Heru menyoroti sejumlah faktor kunci yang perlu menjadi fokus Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Pertama, kebijakan spektrum yang pro-operator serta masyarakat dan tepat guna. Selain menyediakan spektrum baru, Komdigi perlu memastikan harga spektrum yang rasional, blok frekuensi yang cukup lebar (contiguous), serta kepastian regulasi jangka panjang. Tanpa hal tersebut, operator cenderung menahan ekspansi jaringan berkecepatan tinggi.

Kedua, percepatan implementasi 5G yang bermakna atau use-case driven. Menurut Heru, peningkatan kecepatan tidak cukup hanya dengan label 5G, melainkan juga membutuhkan densifikasi BTS, fiberisasi backhaul, serta pengembangan use case industri, smart city, dan layanan publik digital.

Ketiga, penguatan jaringan fiber optik nasional. Kecepatan seluler sangat bergantung pada kualitas jaringan tetap, baik fixed broadband maupun backbone. Integrasi jaringan fiber hingga ke site BTS harus menjadi prioritas agar kecepatan radio tidak terhambat oleh bottleneck backhaul.

Selain itu, Heru juga menyoroti pentingnya reformasi perizinan dan tata ruang infrastruktur. Hambatan perizinan daerah, biaya sewa lahan, serta aturan pembangunan menara masih menjadi penghambat densifikasi jaringan. Penyederhanaan regulasi lintas sektor dinilai akan berdampak langsung pada peningkatan kualitas jaringan.

Tak kalah penting, peningkatan kualitas layanan dan pengawasan quality of service (QoS) juga perlu diperkuat. Menurut Heru, selain kecepatan puncak, konsistensi dan kualitas layanan seperti latency, jitter, dan reliability harus diawasi lebih ketat dengan pendekatan berbasis pengalaman pengguna.

Pekerja memperbaiki pemancar internet di menara telekomunikasi

Diketahui di tengah upaya peningkatan infrastruktur, kinerja internet Indonesia di kawasan Asia Tenggara menunjukkan tren membaik. 

Berdasarkan laporan Speedtest by Ookla yang dikutip Senin (22/12/2025), Indonesia menempati posisi ketujuh di Asia Tenggara dengan median kecepatan unduh internet mobile sebesar 50,77 Mbps.

Capaian tersebut menempatkan Indonesia di atas Kamboja dan Laos. Kamboja mencatatkan median kecepatan unduh internet mobile sebesar 50,18 Mbps, sementara Laos berada di posisi kesembilan dengan kecepatan 47,18 Mbps. Speedtest Global Index tidak mencatat data kecepatan unduh internet mobile di Myanmar dan Timor Leste.

Meski demikian, posisi Indonesia masih tertinggal dari sejumlah negara di kawasan. DataIndonesia mencatat Brunei Darussalam masih menjadi negara dengan jaringan internet mobile tercepat di Asia Tenggara per November 2025, dengan median kecepatan unduh mencapai 226,92 Mbps. Singapura berada di posisi kedua dengan 195,65 Mbps, disusul Vietnam sebesar 160,5 Mbps dan Malaysia dengan 141,18 Mbps. Adapun Thailand dan Filipina masing-masing mencatatkan kecepatan 136,91 Mbps dan 54,39 Mbps.

Speedtest Global Index sendiri membandingkan data kecepatan internet di lebih dari 190 negara, dengan data yang diperbarui setiap pertengahan bulan berdasarkan pengujian di lebih dari 15.000 server di seluruh dunia.