Madiun (beritajatim.com) — Persidangan perkara pemeliharaan enam ekor landak jawa di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun mengungkap sejumlah fakta baru yang berlawanan dengan citra terdakwa sebagai warga biasa yang tidak memahami hukum.
Terdakwa Darwanto bin Jaikun justru disebut mengetahui status satwa dilindungi dan menolak penyelesaian damai sejak awal proses hukum.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun, Achmad Hariyanto Mayangkoro, menyampaikan bahwa aparat kepolisian telah membuka ruang mediasi berulang kali sebelum perkara ini dilimpahkan ke pengadilan. Namun seluruh upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
“Penyidik sudah menawarkan mediasi sejak tahap penyelidikan hingga menjelang penetapan tersangka, tetapi selalu ditolak,” kata Achmad Hariyanto Mayangkoro, Jumat (20/12/2025).
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Madiun AKP Agus Andi membenarkan hal senada. Ia menyebut sedikitnya tiga kali pendekatan persuasif dilakukan oleh penyidik, namun sikap terdakwa membuat proses hukum tetap berlanjut hingga berkas perkara dinyatakan lengkap dan diserahkan ke kejaksaan.
Perkara bermula dari laporan puluhan warga Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, yang mencurigai adanya satwa dilindungi dipelihara di rumah Darwanto. Setelah dilakukan pengecekan bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Madiun, ditemukan enam ekor landak jawa dalam kondisi hidup tanpa dokumen perizinan.
Dalam persidangan, Darwanto mengakui bahwa ia mengetahui landak jawa termasuk satwa yang dilindungi. Ia juga mengungkapkan bahwa hewan tersebut ditangkap menggunakan jaring yang dipasang di area kebun belakang rumahnya sejak tahun 2021.
Saksi dari BKSDA Madiun menegaskan bahwa terdakwa tidak terdaftar sebagai pemilik izin penangkaran maupun pemeliharaan satwa dilindungi. Fakta tersebut memperkuat unsur pidana sebagaimana dakwaan jaksa.
Jaksa juga menghadirkan ahli yang menjelaskan bahwa larangan menangkap dan memelihara satwa dilindungi telah diatur secara tegas dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024. Aturan tersebut melarang setiap orang untuk menangkap, menyimpan, memiliki, dan memelihara satwa dilindungi dalam keadaan hidup.
Fakta lain yang mencuat di persidangan adalah latar belakang terdakwa. Meski tercatat sebagai petani, Darwanto diketahui aktif dalam sejumlah organisasi kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat, termasuk pernah bergabung dengan MAKIM dan Banaspati serta menjabat posisi struktural di salah satu DPC organisasi tersebut.
Menurut jaksa, latar belakang tersebut menunjukkan bahwa terdakwa memiliki akses terhadap informasi dan pemahaman hukum yang memadai, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai masyarakat awam yang tidak mengetahui aturan.
Hingga saat ini Darwanto masih menjalani penahanan di rumah tahanan negara sejak 16 Oktober 2025 dan perkara pemeliharaan landak jawa tersebut masih terus bergulir di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun. (rbr/ted)
