Ponorogo (beritajatim.com) – Aktivitas tambang pasir dan batu (sirtu) yang terus berlangsung di Kecamatan Ngebel dan Jenangan dinilai keluar jalur dari arah pembangunan daerah.
Dua wilayah timur Ponorogo itu sejatinya bukan kawasan tambang, melainkan ditetapkan sebagai zona pariwisata, cagar budaya, dan kawasan penyangga dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Ponorogo 2023–2043.
Dua wilayah itu, menurut aturan, bukan zona eksploitasi tambang. Namun di lapangan, aktivitas pengerukan sirtu justru terus berlangsung, baik yang berlabel ilegal maupun yang mengantongi izin.
Ketua DPRD Ponorogo, Dwi Agus Prayitno, menegaskan bahwa kewenangan perizinan tambang yang berada di tangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak boleh menjadi alasan pembiaran di tingkat daerah. Pemerintah kabupaten, kata dia, tetap memiliki tanggung jawab menjaga konsistensi kebijakan tata ruang.
“Kami harus sesuaikan dengan RTRW yang ada, karena aturan ini kuat,” kata Kang Wie panggilan karib Dwi Agus Prayitno, ditulis Minggu (21/12/2025).
Politisi dari PKB menyebut, DPRD telah menjalin koordinasi lintas level pemerintahan, baik dengan Pemkab Ponorogo maupun Pemprov Jatim. Fokus utama koordinasi tersebut adalah mendorong penegakan RTRW secara konsekuen, termasuk menghentikan aktivitas pertambangan di kawasan yang secara regulasi tidak diperuntukkan bagi tambang.
‘”Kami sudah berkoordinasi dengan Pemprov, untuk meminta mengeluarkan wilayah pertambangan ini,” terangnya.
Langkah tersebut diharapkan menjadi pintu masuk penataan ulang kawasan timur Ponorogo, sekaligus menghentikan laju eksploitasi yang berpotensi merusak lingkungan. DPRD Ponorogo menilai, aktivitas tambang yang dibiarkan berlarut tidak hanya menggerus fungsi kawasan wisata dan penyangga, tetapi juga meningkatkan risiko bencana ekologis.
Upaya penghentian tambang, lanjut Kang Wie harus diiringi dengan pemulihan lingkungan pasca tambang serta perlindungan terhadap ekosistem yang masih tersisa. Dia menyinggung sejumlah peristiwa bencana di daerah lain sebagai peringatan agar Ponorogo tidak menunggu korban terlebih dahulu.
“Paling tidak langkah ini kami harapkan bisa mencegah bencana terjadi, jangan sampai masyarakat menjadi korban,” pungkasnya.
Dengan penegakan RTRW sebagai pijakan, DPRD Ponorogo mendorong agar pembangunan daerah kembali ke rel yang telah disepakati. Yakni pariwisata berkelanjutan, perlindungan kawasan strategis, dan keselamatan warga sebagai prioritas utama. [end/suf]
