Banggar DPRD Surabaya Nilai PAD 2025 Tersendat, Strategi Pemungutan Jalan di Tempat

Banggar DPRD Surabaya Nilai PAD 2025 Tersendat, Strategi Pemungutan Jalan di Tempat

Surabaya (beritajatim.com) – Badan Anggaran DPRD Surabaya mencatat realisasi Pendapatan Asli Daerah pada 2025 masih belum sesuai harapan hingga akhir November.

Sejumlah pos utama seperti pajak hotel, reklame, dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor belum mampu menembus angka 80 persen.

“Strategi pemungutan pendapatan ini dari tahun ke tahun cenderung sama dan tidak ada terobosan,” kata Anggota Badan Anggaran DPRD Surabaya, Mochammad Machmud, Senin (8/12/2025).

Politisi Demokrat ini menilai kondisi tersebut menunjukkan perlunya evaluasi serius terhadap kinerja organisasi perangkat daerah penghasil PAD. Evaluasi bukan hanya pada angka realisasi, tetapi juga pada pola kerja dan pengawasan di lapangan.

“Kalau caranya tetap seperti ini, hasilnya juga tidak akan jauh berbeda. OPD harus berani melakukan improvisasi dan perubahan strategi,” ujar mantan jurnalis kawakan ini.

Salah satu pos yang dinilai paling memprihatinkan adalah pajak hotel yang realisasinya masih rendah meski aktivitas perhotelan terus berjalan. Menurut Banggar, potensi kebocoran terjadi karena pajak yang dibayarkan konsumen tidak seluruhnya disetorkan ke kas daerah.

“Saya menginap di hotel, bayar Rp1 juta 100 ribu. Seratus ribu itu pajak yang dititipkan tamu, tapi diputar lagi oleh pengusaha. Itu sudah masuk ranah pidana,” tegas Machmud.

Kondisi serupa, kata dia, juga terjadi pada sektor restoran yang seharusnya memiliki kontribusi stabil bagi PAD Surabaya. Banggar menilai pengawasan masih lemah sehingga praktik menahan setoran pajak terus berulang.

“Pola seperti ini tidak bisa dibiarkan karena merugikan daerah,” tutur Machmud.

Untuk pajak reklame yang baru terealisasi sekitar 71 persen, Banggar melihat adanya perubahan tren promosi yang belum direspons optimal oleh pemerintah kota. Pergeseran dari reklame konvensional ke media digital memengaruhi penerimaan daerah.

“Sekarang banyak yang beralih ke videotron atau langsung ke media sosial, sementara potensi reklame konvensional justru dikelola pihak swasta,” kata Machmud.

Sementara itu, realisasi BBNKB yang berada di kisaran 60 persen dinilai dipengaruhi kebijakan pungutan baru yang menambah beban wajib pajak. Kondisi tersebut, kata dia, membuat sebagian masyarakat memilih menunda bahkan tidak membayar.

“Ada tambahan opsi pungutan yang membuat beban masyarakat naik, akhirnya banyak yang memilih tidak bayar karena merasa berat,” jelas Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya itu.

Melihat kondisi tersebut, Banggar meminta perubahan menyeluruh dalam sistem pemungutan PAD agar target 2026 tidak kembali tertinggal. Upaya intensifikasi dan pengawasan dinilai harus segera diperbarui.

“Perlu gerakan yang lebih agresif, sistem pengawasan yang kuat, dan pola kerja yang tidak monoton. Kalau tidak, mengejar target PAD ke depan akan semakin berat,” pungkas Machmud.[asg/ted]