Upaya Pemerintah Cegah Candu Digital: Tunggu Anak Siap Sesuai Perkembangannya
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Di tengah euforia kemajuan teknologi digital, sebuah ancaman senyap kian menguat, yakni candu digital, kondisi yang merujuk pada kecanduan terhadap ponsel, media sosial, dan berbagai layanan daring.
Secara neurologis, fenomena problematik tersebut dipicu oleh pelepasan dopamin yang intens, terjadi ketika pengguna, terutama anak-anak dan remaja, mendapatkan
reward
secara cepat dan terus menerus saat menjelajah internet.
Masalahnya, anak-anak belum memiliki kemampuan untuk “mengerem” sensasi itu. Ketika dipaksa berhenti, mereka mengalami mengidam (
craving
) yang intens, sehingga bisa bermanifestasi sebagai sifat mudah marah (
irritable
), pembangkangan, agresi, atau berusaha keras untuk kembali ke layar mereka.
Buku
Sekilas tentang PP TUNAS, Pelindungan Anak di Ruang Digital
yang dirilis Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media (DJKPM) menyatakan, sekitar 48 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak di bawah usia 18 tahun.
Lebih mengkhawatirkan lagi, disebutkan bahwa lebih dari 80 persen anak mengakses internet setiap hari dengan rata-rata durasi tujuh jam sehari.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024 menyebutkan, 39,71 persen anak usia dini di Indonesia telah menggunakan telepon seluler, sedangkan 35,57 persen lainnya sudah mengakses internet.
Sementara itu, riset UNICEF Indonesia bertema “Online Knowledge and Practice of Children in Indonesia: Baseline Study 2023” memaparkan, anak-anak usia 8–18 tahun mengaku menggunakan internet sekitar 5,4 jam per hari.
Dari riset yang sama, sekitar 50,3 persen anak mengaku pernah melihat konten dewasa (materi seksual/pornografi) di media sosial. Kemudian, 48 persen anak pernah mengalami perundungan (
bullying
), yang kebanyakan dilakukan dalam dunia daring.
Data tersebut menjadi materi dasar penyusunan regulasi, ditambah dengan maraknya kasus konten negatif,
eksploitasi data pribadi
, dan
cyberbullying
.
Untuk menghadapi ancaman digital bagi anak yang kian marak, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 (PP Tunas) tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak.
Regulasi tersebut dirancang untuk menciptakan ruang digital aman, menangani dampak negatif, seperti konten tidak layak, kecanduan digital, dan eksploitasi data anak.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan, PP Tunas merupakan bukti keseriusan pemerintah melindungi anak-anak dari kejahatan di ruang digital.
“Tunas adalah bentuk keberpihakan negara terhadap anak-anak. Kami ingin ruang digital menjadi ruang yang aman, sehat, dan mendukung tumbuh kembang anak Indonesia. Ini bukan sekadar kebijakan, tetapi ikhtiar kolektif kita semua sebagai bangsa,” ujarnya mengutip komdigi.go.id, Jumat (28/3/2025).
Fokus utama PP Tunas adalah mewajibkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) menyaring konten berbahaya, memberikan mekanisme pelaporan yang mudah, dan memastikan remediasi yang cepat.
PP Tunas juga mengatur verifikasi usia pengguna, penerapan pengamanan teknis, dan larangan profiling data anak untuk kepentingan komersial.
Salah satu peraturan teknis tersebut mengatur verifikasi umur untuk mengakses layanan digital, termasuk media sosial, berdasarkan tingkat risiko dan kebutuhan akan persetujuan orangtua atau wali.
Sebagai contoh, usia di bawah 13 tahun hanya diperbolehkan memiliki akun pada produk dan layanan digital berisiko rendah yang dirancang khusus untuk anak-anak serta harus seizin orangtua.
Sehubungan dengan itu, PP Tunas mewajibkan PSE memiliki mekanisme kontrol orangtua untuk memantau, membatasi akses, melindungi data pribadi anak, hingga menyediakan fitur
screen time
yang bisa digunakan orangtua.
Lebih dari itu, pemerintah juga meluncurkan tunasdigital.id, yaitu panduan praktis bagi orangtua untuk menjaga anak-anak di dunia maya.
Platform yang juga merupakan turunan dari PP Tunas itu hadir untuk mencegah anak-anak terpapar konten negatif, eksploitasi dan pelecehan, serta mengantisipasi penggunaan gawai secara berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan psikologis anak serta melindungi data pribadi.
Meutya menjelaskan, platform tersebut tidak hanya berisi materi teoritis, tetapi juga akan diisi dengan beragam
sharing
pengalaman dari para bunda, tips menjaga anak saat berselancar di ruang digital, hingga konten edukatif dari para pakar.
“Konten dari para pakar sangat penting, misalnya terkait mana sih aplikasi yang aman untuk anak, mana aplikasi yang untuk umur dewasa, mana
games
yang bisa dimainkan untuk anak-anak usia sekian dan mana games yang belum boleh,” jelasnya.
Beberapa pengamat dan praktisi
perlindungan anak
menyambut positif penerbitan PP Tunas sebagai langkah maju untuk melindungi ruang digital yang aman dan ramah bagi anak.
Salah satunya adalah Ketua Forum Anak Sukowati (Forasi) Sragen, Sasa Widya. Ia menyambut baik hadirnya PP Tunas yang dapat melindungi anak-anak dan kelompok rentan di dunia maya.
“Dengan adanya PP Tunas, kami merasa pemerintah semakin memperkuat langkah perlindungan anak di ruang digital. Ini sejalan dengan apa yang sudah kami lakukan selama ini,” katanya melansir Kompas.com, Rabu (15/10/2025).
Sasa mengaku cukup sering menemukan berbagai bentuk konten negatif di dunia maya yang bisa berpotensi membahayakan anak-anak, mulai dari
chat
bernada seksual, ujaran kebencian, hingga promosi judi
online
.
“Kalau ada ketemu hal begitu, tindakan yang kami sarankan ke teman-teman adalah memblokir akun tersebut. Sejauh ini belum pernah menemukan kasus ekstrem, tapi yang ringan seperti itu cukup sering,” tuturnya.
Sementara itu, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mengingatkan pemerintah untuk tidak berhenti pada pembuatan regulasi, tetapi juga pada pengawasan.
Ketua LPAI Seto Mulyadi mengatakan, sanksi tegas akan memberikan efek jera bagi penyelenggara platform digital dan mendorong mereka untuk mematuhi regulasi yang telah ditetapkan.
“Platform digital yang melanggar perlu dicabut izinnya. Kami berharap pemerintah tidak hanya memberikan peringatan, tetapi juga tindakan nyata untuk memastikan bahwa anak-anak kita terlindungi dari konten yang berbahaya,” tegasnya mengutip komdigi.go.id, Minggu (30/3/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Upaya Pemerintah Cegah Candu Digital: Tunggu Anak Siap Sesuai Perkembangannya Nasional 6 Desember 2025
/data/photo/2024/04/27/662c28038c719.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)