Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menargetkan adaposi IPv6 mencapai 31% pada 2030 atau naik 1200 basis points (bps) dari posisi saat ini yang sekitar 18%.
IPv6 merupakan generasi protokol jaringan terbaru yang dirancang untuk menghubungkan serta mengidentifikasi perangkat di internet secara lebih efisien. IPv6 menjadi penerus IPv4 yang kini semakin terbatas ketersediaannya.
IPv6 menawarkan keunggulan berupa jumlah alamat IP yang jauh lebih besar, pengelolaan dan delegasi alamat yang lebih efisien, dan konfigurasi otomatis yang lebih baik.
Target tersebut menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) yang menekankan percepatan transformasi digital untuk mendukung proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen serta penurunan kemiskinan ekstrem hingga di bawah 0,5 persen.
Dalam konteks ini, penerapan IPv6 dipandang sebagai fondasi penting bagi perkembangan ekonomi digital dan peningkatan daya saing Indonesia.
Direktur Infrastruktur, Ekosistem, dan Keamanan Digital Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Andianto Haryoko mengatakan tingkat adopsi IPv6 yang masih rendah.
Posisi Indonesia disebut berada di peringkat 8, bahkan masih di bawah Thailand dalam hal penggunaan IPv6. Pemerintah berharap tingkat adopsi ke depan dapat meningkat.
“Sementara itu skor ICT Development Index kita 2023 masih berada di peringkat 53, di bawah Malaysia dan Thailand. Targetnya pada 2030 kita masuk top 40,” kata Andianto di Jakarta, Kamis (5/12/2025).
Selain itu, Andianto juga menyoroti alokasi spektrum Indonesia memang tergolong cukup baik, namun masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN maupun kawasan Asia Pasifik.
Bahkan untuk mencapai indeks daya saing global, lanjutnya, Indonesia masih kekurangan sekitar 450 MHz.
“Ini yang perlu kita pahami,” jelasnya.
Masalah lain digitalisasi Tanah Air adalah faktor geologis dan geografis Indonesia yang turut memperberat pembangunan jaringan digital.
Dengan ribuan pulau dan wilayah yang sulit dijangkau, investasi infrastruktur memerlukan biaya sangat besar.
“Skor ICT Development Index kita tahun 2023 masih berada di peringkat 53, di bawah Malaysia dan Thailand. Targetnya pada 2030 kita masuk top 40. Namun ini tantangan besar karena negara kita adalah negara kepulauan, tidak mudah melakukan investasi capex untuk daerah-daerah terpencil,” ujar Andianto.
Dalam paparannya, Andianto menegaskan bahwa percepatan digitalisasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran aktif operator telekomunikasi, perguruan tinggi, media, serta seluruh pemangku kepentingan.
“Pembangunan tidak boleh terpusat di wilayah Barat atau Jawa-Bali saja, tetapi juga harus menyentuh kawasan Timur Indonesia,” tegasnya. (Nur Amalina)
