Protokol Lawas Masih Dominan, Miliaran Perangkat Internet Belum Beralih ke IPv6

Protokol Lawas Masih Dominan, Miliaran Perangkat Internet Belum Beralih ke IPv6

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam mendorong penetrasi IPv6 yang saat ini porsinya  kecil yaitu 18%. Mayoritas perangkat internet di RI masih bergantung pada protokol internet lawas yang terbatas, IPv4.

Sekadar informasi, IPv6 adalah versi terbaru dari Protokol Internet (IP) yang dirancang untuk menggantikan IPv4, dengan menggunakan alamat 128-bit yang memungkinkan jumlah alamat IP yang jauh lebih banyak dan unik.

Protokol ini dikembangkan oleh Internet Engineering Task Force (IETF) untuk mengatasi masalah kelelahan alamat IPv4 yang semakin terbatas seiring pertumbuhan perangkat terhubung . IPv6 mendukung fitur seperti konfigurasi otomatis, keamanan bawaan melalui IPsec, dan efisiensi routing yang lebih baik .

Ketua Umum Asosiasi Internet of Things Indonesia (ASIOTI) Teguh Prasetya mengatakan saat ini penetrasi IPv6 telah mencapai 15.3% – 18%. Pencapaian ini telah meletakkan dasar bagi pengalaman internet yang lebih stabil dan mendukung awal perkembangan ekosistem Internet of Things (IoT) di Tanah Air.

“Namun, untuk menghubungkan puluhan miliar perangkat cerdas di masa depan dan merevolusi layanan digital publik, percepatan adopsi harus terus dilakukan,” kata Teguh di Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan Indonesia, kata Teguh, adalah mengakselerasi adopsi ini bersama teknologi pendukung dalam kerangka Net5.5G, seperti SRv6 Slicing, 400/800GE, dan Wi-Fi 7, serta memanfaatkan AI untuk mengelola jaringan yang otonom termasuk jaringan area luas (Wide Access Networks atau WAN), jaringan kampus (campus network), dan jaringan distribusi pusat data (Data Center Network atau DCN).

Teguh mendorong regulator, operator, pelaku industri, dan pemerintah daerah untuk menerapkan rekomendasi tersebut secara nyata, karena yang dibutuhkan kini adalah eksekusi terkoordinasi agar Indonesia dapat menjadi bangsa digital yang kuat, inklusif, dan kompetitif secara global.

Sementara itu, Deputi Bidang Ekonomi dan Transformasi Digital Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS Vivi Yulaswati mengatakan transformasi digital adalah mesin utama pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju Visi 2045.

Saat ini, menurutnya, Indonesia merupakan pasar digital terbesar di Asia Tenggara, dengan proyeksi Gross Merchandise Value (GMV) mencapai US$360 miliaratau sekitar Rp6 kuadriliun. Meski peluang di masa depan begitu besar, tantangan yang dihadapi juga signifikan. 

“Net5.5G dan IPv6 Enhanced menjadi infrastruktur strategis yang akan mengakselerasi produktivitas nasional dan menciptakan lapangan kerja bernilai tinggi.” 

Salah satunya, adalah tingkat literasi digital Indonesia yang masih menduduki paling rendah di ASEAN, yaitu sekitar 62% dari rata-rata di kawasan adalah 70%. Selain itu, masih tingginya risiko kebocoran data, juga masih menjadi tantangan tersendiri. 

Ilustrasi konektivitas

Mendukung

Dari sisi regulasi, Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Kementerian  Komunikasi dan Digital (Komdigi) Raden Wijaya Kusumawardhana mengatakan migrasi ke IPv6 Enhanced dan Net5.5G memberikan landasan untuk membangun arsitektur jaringan yang lebih aman secara native, yang krusial bagi kedaulatan data dan keamanan siber nasional.

“Pemerintah berkomitmen menciptakan yang mendukung inovasi lokal dalam ekonomi gigabit ini,” kata Raden.

Menurutnya, kehadiran teknologi IPv6 dan Net 5.5G memiliki kemampuan untuk memperluas kapasitas jaringan lewat ruang alamat yang jauh lebih besar, peningkatan keandalan, serta kemampuan untuk mendukung aplikasi digital tingkat lanjut. Kombinasi keduanya juga membuka peluang besar bagi IoT dan ekonomi digital, terutama dalam hal pengelolaan data dan pertumbuhan layanan berbasis konektivitas.

“Indonesia menunjukkan perkembangan positif, dimana adopsi IPv6 naik dari 6% pada 2022 menjadi 16% pada 2024. Pemerintah menargetkan 31% adopsi pada 2030, namun masih menghadapi tantangan seperti rendahnya penetrasi 5G yang baru 4,4% populasi mengakses 5G/Net5.5G, serta kurangnya infrastruktur pemancar, keterbatasan perangkat, dan masalah alokasi spektrum,” kata Raden. 

Di sisi lain, pemanfaatan 5G juga masih tertinggal secara regional, dengan kecepatan rata-rata 58,3 Mbps dan waktu penggunaan yang rendah. Namun potensi masa depannya tetap besar, dimana Net5.5G menawarkan latensi ultra rendah, jaringan lebih cerdas, dan dukungan penuh untuk smart city hingga kendaraan otonom. 

Wijaya pun menegaskan kehadiran teknologi IPv6 mampu membawa manfaat pada ekspansi IoT, keamanan jaringan, efisiensi routing, dan masa depan digital Indonesia.

Respons Operator

Sementara itu, Direktur Network Telkomsel, Indra Mardiatna menjelaskan, bagi para operator seluler adopsi IPv6 membawa peningkatan keamanan signifikan karena IPsec menjadi komponen wajib dalam arsitektur IPv6, dan memungkinkan enkripsi end-to-end.

“IPv6 juga menghapus fragmentasi oleh router, sehingga hanya pengirim yang dapat melakukan fragmentasi, yang pada akhirnya menekan risiko serangan, sekaligus menuntut firewall IPv6 yang lebih kuat,” ujarnya. 

Selain itu, IPv6 membantu mengatasi kebutuhan skalabilitas dan efisiensi routing dengan menyediakan ruang alamat yang jauh lebih besar. Peralihan dari manajemen routing manual ke sistem yang lebih terprogram membuka jalan bagi otomatisasi jaringan yang lebih fleksibel dan adaptif, terutama menghadapi beban trafik yang terus meningkat.

Lebih jauh Indra mengungkapkan, IPv6 juga menawarkan efisiensi performa dan biaya, salah satunya melalui pengurangan ketergantungan pada CGNAT yang sebelumnya menjadi bottleneck. “Telkomsel menegaskan, telah membangun fondasi IPv6 sebagai default yang kuat pada core, transport, dan layanan untuk mendukung Net5.5G dan teknologi masa depan,” ujarnya. 

President, Carrier IP Marketing & Solution Department Huawei Li Haifeng mengatakan seiring dengan makin pentingnya AI dalam strategi operator, IPv6 Enhanced Net5.5G mendorong integrasi mendalam antara jaringan dan AI. “Solusi AI WAN Huawei dengan arsitektur tiga-lapis yang terdiri dari router AI, koneksi, dan otak,” kata Li.

Sebelumnya, sejumlah pemangku kepentingan melakukan upaya kolaboratif besar untuk mempercepat transformasi digital Indonesia diluncurkan hari ini dalam konferensi “IPv6 Enhanced Net5.5G Conference 2025” di Jakarta. Konferensi ini mempertemukan pemerintah, asosiasi industri, operator, akademisi, serta penyedia teknologi dan pelaku sektor swasta lainnya untuk menyepakati sebuah strategi nasional dalam pengembangan konektivitas generasi berikutnya.

Konferensi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Internet of Things Indonesia (ASIOTI) dengan dukungan penuh dari Kementerian Komunikasi dan Digital (KOMDIGI), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Universitas Indonesia, dan Telkom University (Tel-U) ini, menjadi bukti nyata pendekatan kolaboratif multipihak. 

Puncak dari semangat kolaborasi ini ditandai dengan peluncuran resmi whitepaper “Building Indonesia’s Connection Highway Based on IPv6 and Net5.5G” yang disusun bersama oleh BAPPENAS dan KOMDIGI.