Penipuan via Seluler Capai Rp4,8 Triliun, Registrasi Sim Card Biometrik Solusinya?

Penipuan via Seluler Capai Rp4,8 Triliun, Registrasi Sim Card Biometrik Solusinya?

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah mematangkan aturan registrasi SIM card berbasis biometrik, yang diharapkan dapat memperkuat keamanan identitas pengguna dan mencegah penipuan.

Berdasarkan statistik fraud sektor keuangan yang berkaitan dengan nomor seluler, laporan Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) mencatat terdapat 383.626 rekening yang dilaporkan terasosiasi dengan sekitar 230.000 MSISDN. Dari jumlah tersebut, 20% rekening telah diblokir, dengan total kerugian mencapai Rp4,8 triliun.

Untuk memperkuat keamanan siber, pemerintah tengah merancang aturan mengenai registrasi SIM card berbasis biometrik. 

Hal ini sejalan dengan pernyataan Marwan O. Baasir, Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI).

“Saat ini lagi dibahas rancangan peraturan menteri baru yang dua minggu lalu dikeluarkan dan diharapkan dalam beberapa waktu ke depan akan biometrik,” ujarnya dalam seminar Penguatan Perlindungan Konsumen melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) yang diselenggarakan Indonesia Fintech Society (IFSoc) pada Senin (1/12/2025).

Dia juga berharap para pelaku usaha dapat segera menyampaikan masukan sebelum peraturan tersebut ditetapkan menjadi peraturan menteri.

Dalam data perilaku fraud yang terhubung ke nomor seluler, pelaku diketahui kerap berganti-ganti nomor untuk menghindari blacklist. 

Mereka juga memanfaatkan kartu SIM prabayar menggunakan NIK palsu atau curian.

Total pelanggan yang tervalidasi per September 2025 mencapai sekitar 332 juta pengguna, dengan pola swing card yang menunjukkan pergerakan rata-rata 600.000–800.000 pengguna per bulan.

Penipuan sektor keuangan yang berkaitan dengan nomor seluler juga marak terjadi karena berbagai faktor, seperti penggunaan NIK orang lain untuk mendaftarkan nomor telepon, penyalahgunaan kode OTP melalui aplikasi pesan singkat, hingga pemberian data pribadi secara sembarangan.

Masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam bertindak guna mencegah fraud yang memanfaatkan nomor seluler.

Sebelumnya, Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Kesehatan Finansial (UNSGSA), Ratu Máxima juga menaruh perhatian pada SCAM. Dia mengungkapkan, tujuh dari sepuluh masyarakat Indonesia menghadapi upaya penipuan digital setiap pekan. 

Sementara itu, satu dari empat orang sudah mengalami kerugian finansial akibat aksi tersebut.

Dia menekankan pentingnya percepatan identitas digital (digital ID) dan sistem pertukaran data untuk memperkuat keamanan transaksi antarnegara maupun kawasan. 

“Aspek tersebut dinilai menjadi fondasi kunci untuk memblokir pola penipuan yang terus berevolusi,” katanya dalam konferensi pers UNSGSA dengan OJK. 

Selain itu, dia juga menilai edukasi publik harus dilakukan setiap hari, termasuk penyampaian informasi mengenai modus penipuan terbaru. 

Menurutnya, kampanye yang muncul tepat saat seseorang akan melakukan pembayaran telah terbukti efektif di beberapa wilayah

Dia mencontohkan adanya sistem peringatan otomatis mengenai skema penipuan yang sedang marak pada sejumlah negara.

“Modus penipuan berubah setiap hari. Sistem peringatan di titik transaksi telah bekerja baik di banyak negara,” ujarnya.

Dia menambahkan, kejahatan siber ataupun scam bukanlah fenomena lokal, melainkan persoalan global yang juga dialami banyak negara, khususnya di kawasan Asia Tenggara. 

Dia pun mengapresiasi langkah proaktif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah membentuk pusat penanganan penipuan digital. 

Ratu Maxima menyebut, ke depannya pihaknya akan terus berkomunikasi dan meningkatkan kerja sama dengan pihak-pihak terkait di Indonesia, termasuk OJK, untuk mengatasi masalah penipuan digital (Nur Amalina)