Pakar Soroti Potensi Lonjakan Penyakit di Aceh-Sumut Pasca Bencana Banjir

Pakar Soroti Potensi Lonjakan Penyakit di Aceh-Sumut Pasca Bencana Banjir

Jakarta

Bencana banjir dan longsor yang terjadi di wilayah Aceh dan Sumatera Utara beberapa hari ke belakang menyita perhatian banyak pihak. Korban bencana kini harus bersiap menghadapi potensi penyakit menular dan memburuknya kondisi pasien penyakit tidak menular (PTM) di wilayah terdampak.

Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan ada beberapa kelompok penyakit menular yang perlu menjadi perhatian, sehingga bisa diantisipasi oleh mereka yang ada di wilayah bencana, seperti:

Penyakit yang ditularkan melalui air (water-borne diseases) seperti diare, hepatitis A, dan penyakit kulit.Penyakit yang ditularkan lewat makanan (foodborne diseases) akibat higienitas yang buruk, termasuk keracunan makanan.Penyakit paru dan pernapasan, misalnya ISPA dan pneumonia, yang mudah menular di lokasi pengungsian.Penyakit yang menular melalui kontak langsung antar-manusia, seperti infeksi kulit atau penyakit mata.

“Keempat kelompok penyakit ini saling berkaitan. Dalam situasi bencana, penurunan kualitas air, sanitasi buruk, dan padatnya pengungsian membuat risiko penularan meningkat tajam,” beber pria yang sempat menjadi Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, saat dihubungi detikcom Jumat (28/11/2025).

Pada kondisi pasca-bencana, definisi kelompok rentan menurut Prof Tjandra tidak hanya para anak-anak, lansia, serta mereka dengan komorbid atau imunitas lemah.

“Masyarakat umum yang rumah atau desanya terdampak dapat menjadi rentan pula terhadap berbagai penyakit,” jelasnya.

Populasi Sehat Mudah Terinfeksi

Perubahan lingkungan yang drastis, stres, kurang tidur, air bersih terbatas, hingga paparan dingin membuat populasi sehat sekalipun menjadi lebih mudah terinfeksi penyakit pasca-bencana.

Ketersediaan air bersih menjadi faktor paling krusial dalam mencegah penyakit pascabencana.

Pakar menegaskan risiko yang muncul tidak hanya penyakit yang secara klasik dikategorikan sebagai water-borne disease, tetapi juga penyakit lain yang mekanisme penularannya dipengaruhi sanitasi yang buruk.

“Keempat jenis penyakit menular tadi perlu diantisipasi bersamaan. Krisis air bersih memperburuk banyak aspek, dari kebersihan makanan, higiene pribadi, hingga kualitas lingkungan,” kata Prof Tjandra.

Bencana juga berpotensi memperparah kondisi mereka yang mengidap penyakit tidak menula, seperti:

Diabetes, akibat pola makan dan minum yang tidak teraturPenyakit paru kronik (PPOK), yang dapat mengalami eksaserbasi akut karena lembap atau paparan debu serta hipertensi.Penyakit jantung, yang bisa kambuh akibat stres dan kurangnya obat rutin.

“Situasi bencana dapat membuat pasien PTM tidak bisa mengakses obat atau kontrol rutin, sehingga risiko komplikasi meningkat,” ujar Prof Tjandra.

Untuk mencegah kejadian luar biasa pasca-bencana, beberapa langkah prioritas bisa segera dilakukan, seperti penyediaan air bersih, sarana mandi-cuci-kakus, dan fasilitas cuci tangan memadai.

Pengawasan ketat pada kebersihan dapur umum juga harus dilakukan, sejalan dengan pemberian ventilasi yang baik dan mengatur kepadatan korban di ruang pengungsian, serta tersedianya obat-obatan rutin pasien dengan penyakit kronik.

“Upaya ini harus berjalan paralel dengan penanganan bencana. Dalam hitungan hari, penyakit bisa meningkat jika tidak segera diantisipasi,” tutup Prof Tjandra.

Halaman 2 dari 3

Simak Video “Video: Kasus Penyakit Kusta Indonesia Masuk 3 Besar Dunia”
[Gambas:Video 20detik]
(dpy/kna)