Jember (beritajatim.com) – Sidang perdana gugatan terhadap Bupati Muhammad Fawait dan Wakil Bupati Djoko Susanto digelar di Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur, Rabu (26/11/2025).
Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Amran S. Herman. “Hari ini sidang dilanjutkan dengan mediasi, kami menunggu hasil dari mediasi,” katanya.
Gugatan dilakukan Mashudi alias Agus MM, warga Kecamatan Kaliwates, terhadap Wabup Djoko Susanto sebagai tergugat dan Bupati Muhammad Fawait sebagai turut tergugat, berkaitan dengan ketidakharmonisan kedua pemimpin tersebut selama memimpin Jember.
Obyek sengketa dalam gugatan Mashudi atau Agus MM adalah surat kesepakatan di depan notaris antara Fawait dan Djoko yang dibuat sebelum terpilih pada 21 November 2024.
Surat itu berisi pembagian tugas dan kewenangan sebagai bupati dan wakil bupati di antara keduanya. “Padahal undang-undang sudah lengkap (mengatur pembagian kewenangan itu),” kata Achmad Farid, kuasa hukum Mashudi.
Beberapa waktu lalu dalam sebuah kesempatan, Agus MM mengatakan kepada Beritajatim.com, hubungan yang tidak harmonis antara Bupati Fawait dan Wabup Djoko dikarenakan mereka mempertahankan prinsip masing-masing dalam menyikapi perjanjian kesepakatan bersama tersebut.
Hal ini, menurut Agus MM, telah menimbulkan tidak optimalnya serapan APBD dan atau Perubahan APBD Kabupaten Jember 2025, khususnya pembangunan infrastruktur seperti gedung perkantoran dan bangunan gedung lainnya.
“Kondisi sangat merugikan penggugat dalam menjalankan pekerjaannya sebagai sales freelance galvalum /baja ringan, karena peermintaan kebutuhan galvalum atau baja ringan berkurang drastis,” katanya.
Achmad Farid mengibaratkan bupati dan wakil bupati bagai ponsel dan batere. “Kalau handphone tidak ada baterenya bagaimana? Ini yang terjadi di Jember,” katanya.
Farid menyebut kinerja Bupati Fawait dan Wabup Djoko tidak sesuai harapan. “Kami butuh pemimpin yang amanah, betul-betul memikirkan Jember, bukan golongan, bukan partainya,” katanya.
Mohammad Husni Thamrin, kuasa hukum Bupati Fawait mengatakan, penggugat bukanlah salah satu pihak dalam surat perjanjian tersebut. “Menurut ketentuan undang-undang, kontrak hanya mengikat dan berlaku kepada para pihak yang bersepakat, sehingga penggugat tidak memiliki legal standing,” katanya.
Thamrin mengatakan, gugatan hanya bisa dilakukan di antara Fawait dan Djoko. “Tapi bukan gugatan melawan hukum, melainkan wanprestasi,” katanya.
Selain itu, nenurut Thamrin, posisi Bupati Fawait sebagai turut tergugat tidak sesuai teori hukum. “Sesuai teori, turut tergugat adalah pihak lain yang tidak terkait secara langsung, tapi karena ada ketentuan, tetap harus diikutsertakan,” katanya.
Umumnya, menurut Thamrin, turut tergugat hanya dimohonkan patuh pada putusan. “Tapi di gugatan ini turut tergugat seolah-olah posisinya sama dengan tergugat,” katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Djoko Susanto menghormati gugatan yang dilakukan Mashudi alias Agus MM. “Gugatan itu sudah saya respons dengan baik dan saya sudah menunjuk pengacara. Kenapa saya menunjuk pengacara? Karena saya tidak melihat kepedulian pemerintah daerah untuk menyikapi itu,” katanya.
Menurut Djoko, dirinya dan Fawait digugat dalam kapasitas jabatan sebagai wakil bupati dan bupati. Seharusnya kuasa hukum ditangani Bagian Hukum Pemkab Jember. “Karena tidak ada respons, tidak ada, inisiatif. saya menunjuk teman-teman lawyer,” katanya.
Djoko menilai gugatan Mashudi alias Agus MM tidak jelas. “Yang sedang digugat apa? Kalau dia ngomong kerugian, secara pribadi saya tidak punya hubungan hukum dengan penggugat. Dalam konteks kedinasan, tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan bukan saya, tapi tugas Bupati Fawait,” katanya.
Djoko mempertanyakan ketidakharmonisan hubungan Bupati dan Wakil Bupati Jember dalam pandangan penggugat. “Kalau disharmoni ini dimaknai sebagai sebuah disharmoni dalam tata pemerintahan, secara hierarkis, pembinaan menjadi tugas gubernur dan mendagri,” katanya.
Djoko sendiri menilai kondisi Pemkab Jember saat ini bukanlah disharmoni. “Ini urusan arogansi kekuasaan dan urusan cedera janji wanprestasi,” katanya.
Djoko merasa dihambat dalam menjalankan tugas dan tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan apapun. Salah satunya, menurutnya, adalah penarikan ajudan yang biasa melekat padanya sebagai wabup pada 20 Oktober 2025 oleh Bagian Umum Pemkab Jember. Djoko masih belum mendapat penjelasan soal ini.
Sementara soal surat perjanjian pembagian kewenangan dan kekuasaan yang digugat Agus MM, menurut Djoko, adalah urusan keperdataannya dengan Fawait. “Apa hubungannya dengan penggugat?” katanya.
Djoko berharap gugatan tersebut bisa disikapi dengan baik dan semua orang bisa lebih memahami persoalan. “Sejak pelantikan sudah seharusnya kita tidak bicara politik. Kita ini mestinya sudah harus menjalankan tata pemerintahan. Permasalahan ini seharusnya jangan dilihat dari framing politik,” katanya. [wir]
