Bisnis.com, JAKARTA — Analis mengungkap jaringan yang belum siap menjadi penyebab masih adopsi smartphone 5G di Indonesia yang masih stagnan.
Berdasarkan laporan Counterpoint Research, adopsi smartphone 5G di Indonesia pada kuartal III/2025 tercatat stagnan di level 35% dari total pengiriman, sama dengan capaian kuartal sebelumnya. Meski begitu, angka tersebut meningkat tipis, yakni 4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Senior Consultant dan Analis Pasar Smartphone SEQARA Communications Aryo Meidianto Aji mengatakan permasalahan utama stagnansi adopsi 5G adalah jaringan yang belum siap.
“Cakupan jaringan 5G masih sangat terbatas dan kurang konsisten, bahkan di kota besar,” kata Aryo kepada Bisnis pada Rabu (26/11/2025).
Dia mengatakan bagi konsumen di luar kota besar, keberadaan fitur 5G pada perangkat belum memberikan manfaat nyata karena jaringan belum tersedia merata. Aryo juga menegaskan infrastruktur 5G hingga saat ini masih belum siap.
Tidak hanya soal jaringan, dari sisi kegunaan, 5G dinilai belum memberikan solusi baru yang benar-benar dibutuhkan pengguna. Menurutnya kecepatan tinggi hanya jadi angka-angka dalam pemasaran.
“Pada kenyataannya, aplikasi sehari-hari yang digunakan pengguna [medsos, streaming] sudah cukup lancar dengan 4G. Tidak ada ‘pain point’ yang dipecahkan 5G bagi rata-rata pengguna,” kata Aryo.
Selain itu, preferensi konsumen pada kelas harga terjangkau turut menahan penetrasi perangkat 5G. Dia menjelaskan konsumen cenderung lebih mempertimbangkan selisih harga sekitar Rp200–300 ribu dan kekhawatiran terkait konsumsi baterai, ketimbang memilih perangkat dengan fitur 5G yang manfaatnya belum benar-benar terasa.
“Value for money dan daya tahan masih jadi raja,” ujarnya.
Aryo juga merujuk hasil survei terbaru dari Growth from Knowledge (GfK), lembaga riset pasar global. Survei tersebut menunjukkan konsumen di Indonesia saat ini lebih mengutamakan durabilitas, kualitas, dan manfaat perangkat yang dapat mereka rasakan secara langsung.
Sebelumnya, Counterpoint menggambarkan pergerakan pangsa pasar 5G yang fluktuatif dalam empat kuartal terakhir. Pada kuartal IV/2024, pangsa perangkat 5G turun ke 25% dari 31% pada kuartal sebelumnya. Pemulihan minim terjadi di kuartal I/2025 dengan kenaikan hanya satu poin persentase ke 26%.
Tren positif baru muncul di kuartal II/2025 yang melonjak ke 35% dan bertahan pada kuartal III/2025. Stabilnya angka ini ditopang oleh meningkatnya ketersediaan perangkat 5G berharga terjangkau dan memperluasnya pilihan di segmen menengah.
Secara keseluruhan, pasar smartphone domestik menunjukkan pemulihan yang lebih kuat. Counterpoint mencatat bahwa pengapalan smartphone tumbuh 12% secara tahunan pada kuartal III/2025, didorong oleh stabilitas ekonomi nasional, pertumbuhan ekspor, serta penguatan permintaan domestik.
Segmen entry-level menjadi motor utama pasar. Pengiriman smartphone dengan harga di bawah US$150 (sekitar Rp2,49 juta) melonjak 42% dibandingkan tahun sebelumnya dan kini menguasai 55% pangsa pasar. Kondisi ini menggambarkan strategi agresif produsen dalam menawarkan portofolio perangkat terjangkau guna menyesuaikan daya beli masyarakat.
Sebaliknya, pasar kelas menengah hingga premium tertekan. Pengapalan pada rentang US$150–349 turun 10%, kelas US$350–699 turun 11%, dan segmen premium di atas US$700 merosot 14%.
Dari sisi merek, Samsung kembali memimpin pasar smartphone Indonesia dengan pangsa 20%, disusul Xiaomi 17%, OPPO 16%, vivo 14%, dan Infinix 12% yang mencatat pertumbuhan paling agresif dengan lonjakan 45% secara tahunan.
