Pemkab Ingkari Kesepakatan dengan DPRD Bojonegoro soal Penetapan KUA-PPAS 2026

Pemkab Ingkari Kesepakatan dengan DPRD Bojonegoro soal Penetapan KUA-PPAS 2026

Bojonegoro (beritajatim.com) — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat sebelumnya telah sepakat dalam menentukan Kebijakan Umum Anggaran–Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA–PPAS) 2026.

Namun, belakangan DPRD Bojonegoro baru sadar jika Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2026 yang disampaikan Bupati Bojonegoro Setyo Wahono dua pekan lalu, nilainya tidak sama dengan KUA-PPAS 2026 yang telah disepakati bersama.

Dalam KUA–PPAS 2026, belanja daerah tercatat Rp6,79 triliun. Namun, dalam RAPBD 2026 angkanya Rp5,86 triliun. Turun Rp926 miliar. Selain itu, dalam menentukan Silpa juga ada selisih antara KUA-PPAS dengan RAPBD 2026, nilainya turun dari Rp2,73 triliun menjadi Rp1,8 triliun.

Menyadari adanya perubahan anggaran dalam KUA-PPAS 2026 dengan RAPBD 2026, DPRD Bojonegoro bersama Pemkab Bojonegoro menggelar rapat di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bojonegoro, Selasa (25/11/2025) sore hingga malam.

Ketua Badan Anggaran sekaligus Ketua DPRD Bojonegoro Abdulloh Umar mengatakan, perbedaan RAPBD 2026 dengan KUA–PPAS 2026 itu masih akan dikaji ulang. Namun, lanjut Umar sapaannya, agak riskan jika RAPBD 2026 diubah lagi menyesuaikan KUA–PPAS 2026. Sebab, bisa melampaui deadline pada 30 November 2025.

Prinsipnya, kata Umar, selisih itu ada di angka, bukan pada item kegiatan. Dengan mempertimbangkan konsultasi TAPD, Bagian Hukum Pemprov Jatim, hingga efektivitas waktu, tim Banggar DPRD Bojonegoro tetap melanjutkan pembahasan RAPBD tetapi dengan catatan.

“Untuk konsekuensinya kita serahkan kepada gubernur (Khofifah Indar Parawansa, red). Karena, nanti ada tahapan evaluasi gubernur. Hasilnya terserah gubernur,” ujarnya.

Jika hasil evaluasi gubernur itu memberi petunjuk bahwa RAPBD 2026 harus diubah lagi atau disesuaikan dengan KUA–PPAS 2026, maka petunjuk dimaksud harus dijalankan. Di luar itu, Umar menegaskan, agar penyusunan dokumen anggaran ke depan lebih tertib dan tidak melenceng dari kesepakatan awal.

DPRD juga mengingatkan bahwa perubahan besar pada tahap akhir seperti ini berpotensi menyebabkan pembahasan molor dari tenggat 30 November. Belum lagi, jika mendapat penolakan dari gubernur, maka akan menimbulkan dampak bagi pembangunan daerah.

“Pasti ada dampaknya. Bisa terjadi keterlambatan, dan biasanya ada sanksi administratif. Pembahasan APBD harus sejalan, baik dari eksekutif (Pemkab) maupun legislatif (DPRD),” ujarnya.

Sementara dalam rapat tersebut, pihak Pemkab Bojonegoro dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda) yang juga Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Bojonegoro Edi Susanto. Edi Susanto mengatakan, perbedaan RAPBD 2026 dengan KUA-PPAS 2026 itu terjadi setelah pihaknya melakukan penyesuaian anggaran berdasarkan beberapa pertimbangan.

Mantan Sekretaris DPRD (Sekwan) Bojonegoro itu meneruskan, pihaknya ingin APBD 2026 Bojonegoro lebih berkualitas daripada sebelumnya. “(Perbedaan RAPBD dengan KUA–PPAS, red) Ini juga tidak melanggar regulasi. Tidak ada aturan yang dilanggar,” klaim Edi Susanto dalam rapat tersebut. [lus/ian]