Ponorogo (beritajatim.com) – Polres Ponorogo menetapkan kakek berinisial ME (55) sebagai tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
Korban, yang masih berusia 7 tahun, dilaporkan oleh pihak keluarga, setelah muncul gelagat yang dinilai mencurigakan. Pihak keluarga akhirnya mengetahui korban disetubuhi oleh tersangka dan diduga sudah dilakukan beberapa kali.
Wakapolres Ponorogo Kompol Ari Bayuaji menegaskan bahwa penyidik telah melakukan penanganan sesuai prosedur, termasuk pendampingan khusus bagi korban yang masih dibawah umur. Dari hasil penyelidikan awal, dugaan tindak pidana tersebut diperkirakan telah berlangsung sejak pertengahan 2023. Tersangka diduga melakukan perbuatannya lebih dari satu kali.
“Jadi kasus persetubuhan ini, sudah dilakukan tersangka sejak pertengahan tahun 2023 lalu, dan sudah lebih dari 5 kali,” kata Kompol Ari Bayuaji, Selasa (25/11/2025).
Penyidik mengungkap, hubungan kedekatan antara pelaku dan korban bermula ketika ME kerap mengajak korban berjalan-jalan menggunakan sepeda motor dan membelikannya jajan. Modus tersebut membuat korban merasa akrab dan memudahkan tersangka melakukan pendekatan. Tersangka juga beberapa kali memberikan uang jajan kepada korban, termasuk sebelum maupun setelah peristiwa terjadi.
“Pelaku memanfaatkan situasi dan pendekatan personal untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum itu,” jelas Wakapolres.
Peristiwa persetubuhan ini, terjadi di kamar rumah tersangka. Dalam penyidikan, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa pakaian dan perlengkapan yang berkaitan dengan kejadian, antara lain celana dalam warna merah muda, kaos dalam putih, seprai bermotif hewan, serta pakaian milik tersangka yang digunakan saat kejadian.
Atas perbuatannya, ME dijerat Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun, dan paling lama 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar. Kompol Ari Bayuaji menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan tanpa kompromi.
“Kami memastikan penyidikan dilakukan secara profesional dan transparan. Yang utama, memastikan korban mendapatkan pendampingan dan pemulihan secara menyeluruh,” pungkasnya. (end/ted)
