APPA Bojonegoro Tuntut Pemerintah Turun Tangan Dampingi Korban Pencabulan

APPA Bojonegoro Tuntut Pemerintah Turun Tangan Dampingi Korban Pencabulan

Bojonegoro (beritajatim.com) – Kasus pencabulan yang menimpa seorang anak di bawah umur oleh ayah kandungnya sendiri di Kabupaten Bojonegoro telah memicu reaksi keras dari aktivis perlindungan anak.

Kasus tersebut terungkap dari pihak sekolah yang menyadari ada perubahan secara fisik dan psikis korban saat di sekolahan.

Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) Kabupaten Bojonegoro mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro untuk segera mengambil peran aktif, tidak hanya dalam proses hukum, tetapi terutama dalam pemulihan psikis korban.

Kasus yang terungkap memilukan ini terjadi beberapa waktu lalu, di mana korban dicabuli sang ayah saat tertidur lelap, yakni pada bulan Maret dan April 2025. Mirisnya, akibat perbuatan bejat pelaku, kini korban diketahui tengah mengandung delapan bulan.

Pelaku sendiri saat ini telah mendekam di sel tahanan Polres Bojonegoro untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Koordinator APPA Bojonegoro, Nafidatul Himah, menilai insiden memalukan ini sebagai tamparan serius bagi Pemkab Bojonegoro. Pasalnya, daerah ini telah menyandang status Kota Ramah Anak selama beberapa tahun terakhir dan gencar melakukan sosialisasi perlindungan anak.

“Kami berharap, agar pemerintah turut mendampingi korban, karena jelas mental korban bisa jatuh jika tak dapat perhatian serius dari lingkungannya, termasuk Pemkab Bojonegoro,” tegas Himmah, Selasa (25/11/2025).

Himmah menyuarakan kekhawatiran bahwa tanpa pendampingan yang serius, baik untuk pemulihan mental maupun pengawalan kasus hukum, kasus serupa bisa terulang. “Kami harap pemerintah tidak hanya ikut prihatin saja, tapi juga ada langkah konkret untuk mencegah hal serupa tidak kembali terjadi,” tambahnya, menuntut adanya aksi nyata melampaui sekadar keprihatinan.

Lebih lanjut, APPA Bojonegoro menyoroti dua faktor utama yang dinilai menjadi akar permasalahan kekerasan seksual terhadap anak, khususnya di ranah keluarga.

Pertama, Himmah menjelaskan bahwa banyak orang tua saat ini hanya berfokus pada pemenuhan materi, berasumsi hal itu cukup membuat anak bahagia. “Interaksi anak dan orang tua itu sangat penting, sehingga anak tidak canggung ketika curhat dengan orang tua,” ujarnya.

Kurangnya interaksi ini membuat anak dan orang tua sibuk dengan dunianya masing-masing, menciptakan jarak emosional. Faktor kedua adalah minimnya rasa tanggung jawab terhadap anak yang disebabkan oleh kesibukan kerja kedua orang tua.

Kelalaian ini, menurutnya, bisa membuka celah bagi munculnya nafsu sesaat yang berujung pada kasus pencabulan oleh orang terdekat.

APPA Bojonegoro mendesak agar pelaku diberikan hukuman seberat-beratnya. “Kita berharap pelaku dapat dihukum seberat-beratnya, karena selain melakukan pencabulan, pelaku juga telah merusak mental anak kandungnya untuk bertumbuh kembang,” pungkas Himmah.

Langkah konkret Pemkab Bojonegoro untuk memastikan hak-hak korban terpenuhi, seperti termasuk hak atas pemulihan trauma, dan memastikan status Kota Ramah Anak benar-benar terwujud dalam perlindungan nyata bagi seluruh anak di wilayahnya. [lus/ted]