GENTA Indonesia Peringatkan Risiko Korupsi dari Rekomendasi Pelepasan Aset EV Pertamina di Surabaya

GENTA Indonesia Peringatkan Risiko Korupsi dari Rekomendasi Pelepasan Aset EV Pertamina di Surabaya

Surabaya (beritajatim.com) – Aktivis ’98 yang tergabung dalam Gerakan Nasional Penyelamat Aset dan Anti-korupsi Indonesia (GENTA Indonesia) meluncurkan seruan aksi dan kajian strategis terkait penyelesaian sengketa lahan Eigendom Verponding (EV) Pertamina di Surabaya.

Mereka menilai rekomendasi pelepasan aset negara menjadi hak milik (SHM) membawa risiko politik, hukum, dan korupsi yang sangat besar.

Koordinator GENTA Indonesia, Trio Marpaung, menegaskan bahwa status lahan EV 1305 dan EV 1278 telah berubah menjadi aset negara sejak nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda melalui Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958.

Menurutnya, sekalipun Pertamina lalai mengubah status lahan sesuai ketentuan modern pasca UUPA 1960, tanah tersebut tetap menjadi aset negara yang tidak otomatis dapat dimiliki warga.

“Tanah tersebut tidak otomatis menjadi milik warga yang menduduki, melainkan harus menunggu keputusan negara untuk redistribusi,” tegasnya, Minggu (23/11/2025).

Peringatan kepada Presiden Prabowo: Jangan Buka “Kotak Pandora”

GENTA Indonesia meminta Presiden Prabowo Subianto agar tidak tergesa-gesa menanggapi desakan politik jangka pendek terkait penyelesaian sengketa EV.

Trio Marpaung menyampaikan bahwa pemberian SHM kepada warga di atas aset Pertamina berpotensi membuka efek domino secara nasional.

“Kami sangat menghargai niat baik Presiden untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat. Namun jika dilakukan secara gegabah, misalnya melalui skema hibah atau pemberian SHM gratis, akan memicu risiko hukum dan politik besar yang bisa menjatuhkan marwah Presiden,” ujar Trio.

Ia menambahkan bahwa keputusan melepas aset Pertamina bisa menjadi preseden bagi jutaan hektare tanah milik PT KAI, PTPN, Pelindo, hingga TNI yang saat ini ditempati masyarakat.

“Jika tanah Pertamina dilepas, seluruh pendudukan di tanah aset negara akan menuntut hal serupa. Presiden akan dicatat sejarah sebagai pemimpin yang meruntuhkan aset strategis negara. Tapi kami percaya Presiden tidak akan terjebak dalam hal ini,” lanjutnya.

Risiko Kerugian Negara hingga Rp 267 Triliun

Dalam kajian GENTA Indonesia, total luas lahan sengketa mencapai 534 hektare. Dengan asumsi nilai tanah Rp 50 juta per meter persegi, negara berpotensi mengalami kerugian fantastis mencapai Rp 267 triliun. Bahkan pada asumsi paling rendah, Rp 10 juta/m², potensi kerugian tetap berada di angka Rp 53,4 triliun.

Trio Marpaung juga mengungkap adanya indikasi keterlibatan pengembang dan spekulan yang diduga ingin mengambil keuntungan besar melalui skema legalisasi massal SHM.

“Kami mencermati bahwa kasus ini bukan hanya melibatkan warga miskin, tetapi juga pengembang yang mencoba menguasai tanah negara dengan harga murah. Kami mendesak aparat untuk menginvestigasi dugaan pejabat yang paling getol mendorong pelepasan SHM, namun justru memiliki properti di lokasi sengketa,” tegas Trio.

Kritik untuk Wali Kota Surabaya

GENTA Indonesia turut menyoroti peran aktif Wali Kota Surabaya dalam mendampingi warga. Mereka menilai sikap tersebut kontradiktif karena Pemerintah Kota Surabaya selama bertahun-tahun justru menghambat ribuan warga dalam menaikkan status Surat Ijo menjadi SHM.

“Yang dilakukan Wali Kota Surabaya itu sungguh ironi. Surabaya satu-satunya daerah yang masih ngotot mempertahankan Surat Ijo. Jelas sekali ini tidak fair,” ujar Indra Agus, Sekjen Forum Aktivis ’98 Jatim.

Keputusan RDP Dianggap Berbahaya

Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang melibatkan Komisi II DPR RI, Pemkot Surabaya, FATWA, BPN, dan Pertamina telah menghasilkan rekomendasi pelepasan hak, pembukaan blokir aset, dan delisting. Namun GENTA Indonesia menilai implementasi rekomendasi tersebut rawan menjadi ladang korupsi.

“Jika aset negara dilepas tanpa filter ketat, ini bukan lagi soal risiko, tapi desain korupsi yang sempurna,” jelas Trio.

GENTA Indonesia menguraikan tiga fase rawan korupsi: pra-pelepasan, proses pelepasan, dan pasca-pelepasan, yang disebut dapat dimanfaatkan spekulan dan oknum pejabat.

Dasar Hukum yang Menguatkan Status Aset Negara

GENTA Indonesia menegaskan bahwa lahan EV Pertamina merupakan aset negara berdasarkan tiga undang-undang:

UU No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Dengan demikian, pelepasan aset negara tanpa prosedur hukum yang benar dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Empat Seruan GENTA Indonesia kepada Pemerintah

Dalam pernyataannya, GENTA Indonesia menyampaikan empat tuntutan resmi:

Presiden RI diminta menolak skema pelepasan SHM atas aset pertamina EV di Surabaya.
KPK dan Kejaksaan Agung diminta melakukan investigasi mendalam terkait data warga penghuni lahan.
Menolak praktik “serakahnomics” yang memanfaatkan warga untuk kepentingan pihak tertentu.
Mendesak Presiden untuk menerbitkan Keppres skema HGB di atas HPL sebagai solusi legal tanpa mengorbankan aset negara.

Trio menegaskan bahwa Presiden hanya perlu menjamin legalitas hunian, bukan memberikan hak kepemilikan atas aset negara.

“Pemberian HGB atau Hak Pakai adalah solusi fundamental yang akan menyelamatkan martabat Presiden dari jerat hukum dan melindungi aset vital BUMN dari efek domino kerugian,” pungkasnya. (ted)