Jakarta –
Banyak pekerja usia produktif di kota-kota besar menghadapi krisis baru: kesulitan tidur. Bukan tanpa alasan, tekanan pekerjaan dan gaya hidup modern yang menuntut serba cepat membuat tidur sendiri kini menjadi barang mewah.
Seperti yang dialami oleh Sekar (28), seorang karyawan swasta di Jakarta Selatan. Dirinya mengaku rata-rata hanya mendapatkan waktu tidur di 6 jam. Itupun, dengan kualitas tidur yang menurutnya kurang baik.
“Sekitar 6 sampai 7 jam lah (waktu tidur), itu kalau hoki,” kata Sekar kepada detikcom, Senin (3/10/2025).
Dalam skala 1-10, ia menilai kualitas tidurnya hanya ada di angka 6-7. “Karena setiap bangun karena kewajiban aja, bukan yang segar gitu,” katanya.
Menurut Sekar, tekanan pekerjaan dan aktivitas melepas penat menjadi alasan dirinya kehilangan waktu tidur. Selain itu, perjalanan dari rumahnya di Kampung Rambutan, Jakarta Timur menuju kantor yang membutuhkan waktu dua jam pulang-pergi juga mengikis waktu hariannya.
“Yang bikin kurang tidur selain kerja, kadang-kadang suka main HP juga sih. Tidur jam 1 malem, kadang jam 12 terus bangun jam 7 atau 8. Baru bisa tidur kalau udah ngantuk aja, kalau udah capek banget,” katanya.
Susah tidur merupakan salah satu penyebab kurang tidur. Foto: Getty Images/ATHVisions
Tak jauh berbeda, Tata (28) seorang karyawan swasta asal Bekasi yang berkantor di Jakarta Selatan juga menganggap tidurnya disabotase oleh waktu tempuh menuju tempat kerja dan sebaliknya. Perjalanan yang mengharuskannya bergonta-ganti moda transportasi membuatnya kehilangan waktu istirahat, dan baru bisa tidur tengah malam.
“Tidur biasanya jam 11 atau setengah 12. Commuting dari kantor ke rumah itu kan sekitar dua jam. Nyampek rumah, bersih-bersih, terus main HP dulu,” kata Tata.
Meski begitu, Tata punya siasat agar tetap bisa mendapatkan tidur yang berkualitas. “Yang penting mandi yang bersih. Kalau aku mau tidur biar lelap minum susu (lebih dulu). Aku tidurnya teratur, tidur jam 11, bangun jam 5,” katanya.
Dengan cara tersebut, ia menganggap kualitas tidurnya bisa mencapai angka 8, dari skala 1-10.
US Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mendefinisikan tidur berkualitas sebagai tidur yang pulas dan menyegarkan. Tidur berkualitas bukan hanya soal waktu atau durasi, melainkan juga bagaimana tidur berlangsung.
Sama pentingnya dengan diet dan olahraga, tidur yang berkualitas juga dapat menurunkan risiko berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung hingga obesitas. Saat tidur, seseorang memberi kesempatan bagi sel-sel tubuh untuk memperbaiki diri dari kerusakan.
Masalahnya, tidak semua orang bisa menilai kualitas tidurnya dengan tepat dan akurat. Benarkah skor tidur Sekar ada di angka 6-7, dan Tata tepat di angka 8? Cuma penilaian subjektif, atau memang ada indikator yang bisa diukur?
Urusan tidur sepertinya tidak sesimpel memejamkan mata. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitasnya, mulai dari stres hingga sleep hygiene. Untuk mengupasnya satu persatu, detikcom akan menghadirkan wawancara khusus dengan praktisi tidur (Garmin Sleep Coach) yang punya segudang pengalaman seputar masalah tidur.
Ingin ikut bertanya? Boleh banget! Share di komentar ya, lalu nantikan pertanyaan kamu dijawab langsung oleh pakarnya.
@detikhealth_official Tidur yang berkualitas adalah kunci untuk hari yang produktif. Tapi apa sih rahasia tidur nyenyak yang sebenarnya?🤔💤 #kualitastidur #produktivitas #tidurideal #insomnia ♬ suara asli – detikHealth
Halaman 2 dari 2
(up/up)
