Imaji “Surgawi” di Seberang Kawasan Religi

Imaji “Surgawi” di Seberang Kawasan Religi

Surabaya (beritajatim.com) – Kecamatan Semampir, Kota Surabaya, mungkin lebih banyak dikenal sebagai pusatnya aktivitas religi. Di sana ada makam salah satu ulama yang berjasa besar dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa, Sayyid Ali Rahmatullah, atau lebih dikenal sebagai Sunan Ampel. Makam yang ditetapkan sebagai kawasan wisata religi itupun menjadi magnet bagi jutaan peziarah, baik Tanah Air hingga manca negara.

Sekitar 3 Kilometer dari sana, ada potret yang sangat kontras. Potret itu tersaji di Jalan Kunti. Lokasinya di sisi timur Komplek Wisata Religi Makam Sunan Ampel. Masih dalam satu kecamatan yang sama namun dipisahkan oleh Sungai Sidotopo.

Penampakan Jalan Kunti memang terkesan tidak istimewa. Ukuran jalannya lebar. Muat untuk dua truk besar bersimpangan. Bahu jalannya juga cukup lapang. Bisa untuk parkir kendaraan roda empat ke atas tanpa khawatir tersenggol, terserempet, apalagi tertabrak. Sementara di kanan kirinya, berdiri rumah-rumah dengan ukuran besar. Bisa dibilang, seperti rumahnya orang kaya lama.

Dari tampilannya, Jalan Kunti tidaklah mempertontonkan diri sebagai kawasan kumuh. Meski memang sebagian sudutnya menampakkan ruko-ruko dengan tumpukan kardus bekas. Tapi bagi mereka yang paham, jalan ini punya julukan yang sangat tak nyaman didengar, juga meresahkan. Di dunia kriminal, kawasan ini dikenal sebagai Kampung Narkoba Kunti.

Kampung Narkoba di Jalan Kunti, Semampir, kembali menyedot perhatian usai digerebek oleh petugas gabungan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Timur, Polisi dan TNI, Jumat (7/11/2025) kemarin. Dari penggerebekan tersebut, aparat menemukan 203 poket kristal sabu, 222 pil ekstasi, 10 butir alprazolam, 22 pil warna hijau, 29 pil orange, alat hisap sabu, korek api dan dua senjata tajam.

Selain berbagai barang bukti narkoba yang diamankan, petugas juga menetapkan dua orang sebagai pengedar di jalan Kunti. Dua bandar itu berinisial AH dan A. Keduanya diamankan bersama dengan AR yang berperan menyediakan bilik hisap sabu. Namun, AR tidak ditetapkan sebagai tersangka lantaran tidak cukup bukti.

Penggerebekan yang dilakukan oleh petugas gabungan pada Jumat (7/11/2025) kemarin bukanlah aksi pertama dalam upaya menghapus peredaran narkotika di Jalan Kunti. Dari data yang dihimpun Beritajatim, petugas gabungan rutin melakukan penggerebekan setiap tahunnya. Namun, Jalan Kunti tetap menjadi ‘surga’ bagi penikmat narkotika.

Bukan hanya penggerebekan secara langsung, aparat kepolisian dan BNN kerap kali membongkar bilik kamar yang tersedia di sudut Jalan Kunti. Bilik kamar itu dibangun oleh para penjual sabu sebagai layanan konsumsi di lokasi atau kerap disebut andok sabu.

“Kalau andok di Kunti itu kan (konsumen) merasa aman. Dihabiskan di lokasi lalu pulang. Daripada beli disini lalu dibawa keluar (jalan Kunti) kan nggak aman. Bisa ada apa-apa di jalan,” ujar salah satu warga sekitar Jalan Kunti yang enggan namanya disebut.

Ketersediaan layanan andok sabu di Jalan Kunti menjadi daya tarik sendiri bagi para penikmat narkotika jenis sabu. Dengan bermodalkan uang Rp150 ribu sampai Rp350 ribu, para konsumen sudah bisa menikmati sabu di Jalan Kunti. Dengan harga yang cenderung dapat dijangkau banyak kalangan, pasar narkotika di Jalan Kunti kian besar. Narkoba di Jalan Kunti bukan hanya dinikmati orang dewasa, namun anak-anak.

Adanya anak-anak yang ikut andok sabu di Jalan Kunti bukan isapan jempol belaka. Setidaknya, dalam dua penggerebekan terakhir pada petugas gabungan mendapati anak-anak terjaring dalam razia. Selain itu, saat BNN Jatim melakukan tes urine ke 50 pelajar SMP-SMA di Jalan Kunti, 15 diantaranya positif narkoba. Mirisnya, ada satu pelajar yang diduga sudah mengalami ketergantungan.

“15 orang itu adalah pengguna aktif terkait dengan narkotika, adik-adik kita yang usia SMP itu. Ini suatu keprihatinan yang harus kita rumuskan bersama,” kata Kepala BNNP Jatim Brigjen Pol Budi Mulyanto.

Demi ‘menyembuhkan’ luka Surabaya di Jalan Kunti, Negara lewat gabungan aparat tidak hanya melakukan tindakan represif berupa penggerebekan dan pembongkaran bedeng-bedeng bilik sabu. Pada tahun 2021, Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak saat itu, Ganis Setyaningrum bersama Eri Cahyadi membangun Kampung Tangguh Narkoba di wilayah Jalan Kunti. Dengan program kerja pembinaan dan pemberdayaan masyarakat dalam mengawasi dan menangkal peredaran narkoba di wilayah Jalan Kunti.

Selain itu pada akhir 2024, Pemkot Surabaya bersama pihak kepolisian sempat mendirikan pos penjagaan di wilayah Jalan Kunti. Selain itu, negara juga memasang sejumlah CCTV di sekitar Jalan Kunti. Namun mengacu pada hasil penggerebekan terakhir, tampaknya upaya negara tetap belum dapat memberantas peredaran narkotika di Jalan Kunti.

Menanggapi permasalahan peredaran narkoba di Jalan Kunti, Sosiolog Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Febriyanto Firman Wijaya menjelaskan jika saat ini sistem pengamanan sosial untuk para remaja di Surabaya telah runtuh. Apalagi, ditemukan adanya anak-anak yang sudah bisa mengkonsumsi narkoba di Jalan Kunti.

“Penyelesaiannya tidak cukup dengan moralitas, tapi kebijakan sosial radikal yang memperbaiki institusi dan lingkungan,” ujar Riyan.

Menurut Riyan, problem terbesar sulitnya memberantas narkoba di Jalan Kunti karena lingkungan yang sudah lama terpapar. Paparan perbuatan negatif yang cukup lama, membuat kontrol sosial di keluarga kian melemah. Kehadiran bandar di Jalan Kunti yang semakin berkembang membuat adanya normalisasi penyalahgunaan narkotika.

Riyan berpendapat jika penyelesaian permasalahan Jalan Kunti memerlukan pendekatan sosial-ekologis. Seperti revitalisasi infrastruktur sosial yang berguna untuk mewadahi para remaja berkegiatan positif di bidang kesenian, olahraga, hingga keterampilan gratis. Negara juga perlu menggandeng tokoh masyarakat atau mantan pengguna sebagai kepanjangan tangan negara untuk menggapai para remaja.

“Lalu perlu adanya pengawasan area sekolah. Pemkot Surabaya wajib memutus rantai peredaran di sekitar sekolah, termasuk warung-warung yang disinyalir menjadi titik transaksi. Artinya, sekolah harus menjadi zona aman,” terangnya.

Senada dengan Riyan, Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Prof. Bagong Suyanto menjelaskan jika peredaran narkotika semakin berkembang dan sulit dibendung lantaran kerap dianggap sebagai bisnis yang menggiurkan. Sangkin sulitnya dibendung, para bandar kini sukses menjadikan anak-anak pangsa pasar.

“Narkoba pangsa pasarnya terus meluas. tidak hanya dipasarkan di diskotik atau di kalangan anak muda yang suka hiburan malam. tetapi kini meluas ke ibu-ibu, dan bahkan anak-anak. Hal itu bisa dilihat dari adanya paket hemat narkoba yang memang ditujukan ke anak-anak,” terang Dekan FISIP Unair itu.

Bagong mengakui jika memberantas peredaran narkotika di Jalan Kunti merupakan hal berat jika hanya mengandalkan aparat. Apalagi, sebagian warga Jalan Kunti rela bentrok dengan aparat untuk melindungi para bandar.

“Butuh konsistensi dan kerja keras aparat. Selain itu juga perlu dukungan masyarakat. kalau tidak ada dukungan masyarakat sulit. Di jalan Kunti ada resistensi dari Sebagian warga lokal yang melindungi sindikat narkoba. jadi sulit,” imbuhnya.

Sebagai sosiolog anak, Bagong meminta agar para orang tua atau pengasuh di rumah lebih peduli terhadap anak. Dari sejumlah kasus penyalahgunaan narkotika pada anak yang diketahui Bagong, salah satu faktor utama karena anak tidak memiliki hubungan yang akrab dengan orang tua atau pengasuh di rumah.

“Anak memang menjadi pangsa pasar baru. Untuk mencegah agar anak tidak menjadi korban harus ada peran ortu dan masyarakat. perlu kedekatan ortu dan anak. Sebab anak mencari pelarian ke narkoba biasanya karena hubungannya yang kurang akrab dengan orang tua,” pungkasnya. [ang/beq]