Ini 14 Prediksi Tanda Awal Kiamat yang Diabaikan Manusia

Ini 14 Prediksi Tanda Awal Kiamat yang Diabaikan Manusia

Bisnis.com, JAKARTA – Di dunia di mana skenario-skenario suram seringkali hanya menjadi fiksi ilmiah, beberapa prediksi yang dulu dianggap mengkhawatirkan ternyata sangat akurat.

Banyak ilmuwan yang sudah memprediksi kapan kiamat terjadi, melihat kondisi bumi yang dianggap kian memprihatinkan.

Dengan melihat ke belakang, apa yang dulu tampak seperti imajinasi yang aneh kini terasa sangat nyata.

Berikut 15 prediksi kiamat yang awalnya diabaikan, tetapi kini menjadi kenyataan, dilansir dari Bolde

1. Penurunan Populasi Lebah Madu

Ketika para ilmuwan pertama kali memperingatkan tentang penurunan drastis populasi lebah madu, banyak yang menganggapnya hiperbola. Namun, kini, fenomena ini, yang dikenal sebagai Gangguan Runtuhnya Koloni, mengancam pertanian dan pasokan pangan global. Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Science, hilangnya lebah penyerbuk dapat menyebabkan penurunan substansial dalam hasil panen beberapa tanaman paling penting di dunia. Apa yang tampak seperti masalah lingkungan yang terisolasi kini menjadi bom waktu bagi ketahanan pangan.

Tanpa lebah, sistem pertanian dunia berisiko runtuh, berdampak pada segala hal, mulai dari perkebunan buah hingga kopi. Lebah yang sederhana ini bertanggung jawab atas penyerbukan sekitar sepertiga makanan yang kita konsumsi.

2. Mencairnya Lapisan Es Kutub

Dulu, ketika para ilmuwan membicarakan pencairan lapisan es kutub, hal itu tampak abstrak dan jauh. Kini, citra satelit menunjukkan kenyataan pahit: Arktik dan Antartika kehilangan es dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Ini bukan hanya masalah bagi beruang kutub; ini adalah masalah global dengan konsekuensi yang luas. Seiring mencairnya es, permukaan laut naik, mengancam masyarakat pesisir di seluruh dunia.

Anda mungkin tidak tinggal di pesisir, tetapi dampaknya terasa di seluruh perekonomian dan ekosistem di mana-mana. Arus laut yang mengatur pola cuaca dipengaruhi oleh perubahan ini, yang berpotensi menyebabkan peristiwa cuaca yang lebih ekstrem. 

3. Meningkatnya Bencana Alam

Satu dekade yang lalu, hanya sedikit yang mengindahkan prediksi buruk tentang meningkatnya frekuensi bencana alam. Kini, dengan badai, kebakaran hutan, dan banjir yang terjadi lebih sering dan dengan intensitas yang lebih tinggi, peringatan-peringatan ini telah menjadi kenyataan yang tak terbantahkan. Dampaknya terhadap kehidupan manusia dan infrastruktur sangat besar, membuat masyarakat kesulitan untuk membangun kembali. Ini adalah peringatan keras yang menunjukkan betapa rentannya peradaban kita terhadap kekuatan alam.

4. Menipisnya Perikanan Global

Bertahun-tahun yang lalu, peringatan tentang penangkapan ikan berlebihan disambut dengan skeptisisme. Saat ini, perikanan di seluruh dunia berada di ambang kehancuran, dengan implikasi signifikan bagi ketahanan pangan dan keanekaragaman hayati laut. Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), hampir 33% stok ikan global dieksploitasi secara berlebihan. Ini lebih dari sekadar masalah lingkungan; ini adalah krisis yang memengaruhi mata pencaharian dan budaya yang bergantung pada penangkapan ikan.

Bayangkan sebuah dunia di mana makanan laut menjadi barang mewah, langka, dan mahal. Seiring menurunnya populasi ikan, ekosistem terdampak, dan masyarakat nelayan tradisional menghadapi kesulitan ekonomi.

5. Penyebaran Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan, yang dulunya musiman dan relatif terkendali, telah berubah menjadi teror sepanjang tahun. Wilayah seperti Australia, California, dan Amazon telah menyaksikan kebakaran dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang dipicu oleh kekeringan berkepanjangan dan kenaikan suhu. Kebakaran hebat ini tidak hanya menghancurkan ekosistem tetapi juga menyelimuti kota-kota dengan asap, yang berdampak pada kualitas udara dan kesehatan. 

6. Realitas Kelangkaan Air

Kelangkaan air mungkin dulu tampak seperti ancaman yang jauh, tetapi kini menjadi kenyataan bagi jutaan orang di seluruh dunia. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, 2,2 miliar orang secara mengejutkan tidak memiliki akses ke air minum yang dikelola dengan aman. Kota-kota dari Cape Town hingga São Paulo telah menghadapi skenario “Hari Nol” di mana keran-keran mengering. Krisis yang semakin meningkat ini merupakan pengingat yang gamblang akan betapa berharganya air dan perlunya pengelolaan yang berkelanjutan.

7. Kepunahan Spesies

Belum lama ini gagasan kepunahan massal keenam dianggap sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan. Namun, dengan spesies yang punah dengan laju yang semakin cepat, hal ini semakin sulit untuk diabaikan. Perusakan habitat, perubahan iklim, dan perburuan liar mendorong banyak spesies ke ambang kepunahan. Hilangnya keanekaragaman hayati mengancam ekosistem dan layanan yang mereka sediakan, mulai dari penyerbukan hingga udara bersih.