Jakarta –
Menkes Budi Gunadi Sadikin ingin para aparatur sipil negara (ASN), khususnya di lingkungan Kemenkes memiliki badan proporsional. Untuk itu, Menkes ‘menantang’ para ASN buncit untuk olahraga lari.
Tapi, apakah olahraga lari yang disarankan Menkes BGS terbilang efektif dalam meratakan perut?
Ketua Bidang Organisasi Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) dr Dicky L Tahapary SpPD-KEMD mengatakan olahraga lari bagi mereka yang obesitas malah lebih rentan mengalami masalah pada sendi.
“Pasien obesitas yang berat badannya berlebih itu cukup sering yang ada masalah di lutut, jadi nggak semata-mata bisa kita minta lari,” kata dr Dicky saat ditemui di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Kamis (13/11/2025).
Lebih Efektif Menjaga Pola Makan
Menurut dr Dicky, menjaga pola makan bagi mereka yang obesitas dinilai lebih efektif dalam meratakan perut.
“Karena itu dampaknya paling besar. Misalkan kita mau mengurangi 200 kalori makanan, gampang, mengurangi satu gorengan itu kan sudah 200 kalori, dibandingkan harus lari 5 kilo, misalnya,” jelasnya
Makanan-makanan yang perlu dihindari atau dikurangi menurut dr Dicky adalah karbohidrat tinggi, seperti yang digoreng apalagi dengan tepung.
“Itu biasanya paling banyak menyumbang lemak. Kalau itu bisa dikurangi, bisa di-cut lumayan banyak,” kata dia.
Tetap Diimbangi dengan Olahraga
Meskipun menjaga pola makan merupakan cara paling efektif dalam mengurangi lemak perut, dr Dicky juga mendorong mereka yang obesitas untuk tetap hidup aktif, tidak harus dengan lari.
“Prinsipnya olahraga aerobik, mau treadmill boleh, mau jalan cepat boleh, kan nggak semua orang bisa lari juga ya, maksudnya kalau dia lutut yang sakit kan nggak boleh lari,” tutur dr Dicky.
Satu yang harus dicatat dari olahraga adalah konsistensi. Menurut dr Dicky, hasil optimal dalam penurunan berat badan adalah olahraga yang dilakukan terus menerus.
“Jadi idealnya adalah yang bisa kita kerjakan dulu deh, nggak usah muluk-muluk langsung 1 jam, 30 menit, kadang-kadang susah juga gitu, orang Jakarta pada sibuk-sibuk. Kalau bisa 15 menit, 15 menit saja dulu,” jelasnya.
Bila tujuannya adalah penurunan berat badan, durasi olahraga lebih lama memang lebih efektif untuk memangkas bobot tubuh. Ia berpesan agar olahraga kemudian bisa menjadi rutinitas yang biasa dilakukan setidaknya dua kali dalam seminggu.
Olahraga Apa yang Disarankan?
Dalam kesempatan terpisah, spesialis ortopedi dr Langga Sintong, SpOT(K) dari Siloam Hospitals Mampang menyarankan kepada mereka yang obesitas untuk memulai dengan olahraga low impact.
“Obesitas sebaiknya olahraga untuk cardio-nya jangan berlari, karena tumpuan ke sendinya berat. Sebaiknya yang low impact exercise,” kata dr Langga saat dihubungi detikcom, Kamis (13/11/2025).
“Low impact exercise untuk cardio seperti sepeda dan berenang, sama latihan (penguatan) otot dengan tujuan menaikkan massa otot, agar membantu membakar kalori,” sambungnya.
Namun, bukan berarti olahraga lari dilarang untuk mereka yang buncit. Menurut dr Langga, lari tetap boleh saja, disesuaikan dengan kondisi tubuh dan apakah dia sudah terbiasa atau belum.
Halaman 2 dari 3
Simak Video “Video: Respons Menkes soal Warga Baduy Korban Begal Sempat Ditolak Rumah Sakit”
[Gambas:Video 20detik]
(dpy/up)
ASN Buncit Ditantang Lari
8 Konten
ASN Kemenkes yang memiliki perut buncit disentil Menkes Budi G Sadikin. Selorohnya, yang perutnya buncit mau diajak lari sama Wamenkes. Hayo loh..
Konten Selanjutnya
Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya
