ProMeg96 Jatim Kritik Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

ProMeg96 Jatim Kritik Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

Surabaya (beritajatim.com) – Barisan Pro Megawati (ProMeg)96 Jawa Timur mengkritik keputusan pemerintah yang resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2, Soeharto. Mereka menilai terdapat ironi dalam penghargaan tersebut, karena dasar peringatan perjuangan Hari Pahlawan belum memiliki payung hukum setingkat undang-undang.

“Memorial pengingat perjuangan para pahlawan yang gugur begitu banyak dalam merebut kemerdekaan lho belum ditetapkan secara undang-undang. Ini kok justru pemberian gelar untuk Pak Harto yang didahulukan,” ujar Ketua ProMeg96 Jatim, Jagad Hariseno usai menjadi Inspektur Upacara peringatan Hari Pahlawan di halaman Posko Pandegiling, Surabaya, Senin (10/11/2025).

Menurut Jagad, meski pemberian gelar pahlawan memiliki dasar hukum melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009, esensi peringatan 10 November sebagai tonggak sejarah perjuangan melawan penjajah justru belum dikukuhkan secara legislatif.

“Undang-undang pemberian gelar itu ada, tapi dasar pengingat perjuangannya malah belum ditetapkan,” ucapnya.

Jagad menilai bahwa peneguhan Hari Pahlawan sebagai memori kolektif bangsa jauh lebih penting untuk memastikan nilai perjuangan terus hidup di masyarakat. Dia menyebut bahwa penghormatan sejarah tidak boleh bergeser dari substansinya.

“Peringatan ini-lah yang seharusnya dikuatkan melalui undang-undang,” ujar dia.

Dia mengatakan, ProMeg96 lahir sebagai gerakan rakyat yang aktif menyuarakan perlawanan terhadap praktik kekuasaan yang dianggap sewenang-wenang pada masa Orde Baru. Karena itu, Jagad menilai pemberian gelar kepada Soeharto memiliki sensitivitas sejarah yang tidak bisa diabaikan.

“Gerakan ini muncul sebagai gerakan rakyat yang aktif dalam menentang kesewenangan saat Rezim Orde Baru,” katanya.

Jagad berharap keputusan ini tidak melupakan luka sejarah masyarakat dan perjuangan kelompok yang pernah mengalami tekanan politik pada masa tersebut.

“Kami hanya ingin sejarah dilihat secara jernih, agar penghormatan kepada pahlawan tidak kehilangan maknanya,” tutupnya. [asg/ian]