Gresik (beritajatim.com) – Masih maraknya perselisihan tanah di wilayah Kabupaten Gresik mendorong Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Gresik untuk memperkuat pelaksanaan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (Gemapatas). Program ini menjadi langkah strategis dalam meminimalisir konflik kepemilikan tanah di tengah masyarakat.
Kepala Kantor ATR/BPN Gresik, Rarif Setiawan, menjelaskan bahwa pemasangan tanda batas menjadi bagian penting untuk mencegah sengketa maupun tumpang tindih kepemilikan lahan.
“Gresik sebagai kota industri banyak investor yang menanamkan modal di sini. Bila status tanah belum jelas, hal itu bisa menghambat para investor,” ujarnya, Senin (10/11/2025).
Menurut Rarif, program Gemapatas di Gresik diikuti oleh 16 pihak. Desa Mojotengah, Kecamatan Menganti, dipilih sebagai lokasi simbolis peluncuran gerakan ini.
“Dengan adanya Gemapatas, kepastian hak kepemilikan tidak perlu diragukan lagi. Investor pun akan lebih percaya diri untuk menanamkan modalnya,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Jawa Timur, Asep Heri, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sekitar 21 juta bidang tanah di Jatim, dan 5,2 juta di antaranya belum bersertifikat.
“Kami menargetkan 513 ribu bidang tanah bisa bersertifikat. Masih banyak ditemukan produk tanah yang tidak berkualitas, dan Gemapatas menjadi salah satu cara untuk mengurainya,” jelas Asep.
Di sisi lain, Wakil Bupati Gresik, dr. Asluchul Alif, menegaskan bahwa gerakan pemasangan patok tanah ini sangat penting karena menjadi simbol kehadiran negara dalam menjamin kepastian hukum kepemilikan.
“Kalau patok sudah dipasang oleh BPN, siapapun yang memindah bisa terjerat pidana. Di Kabupaten Gresik, pada tahun 2023 sudah ada sekitar 15 ribu bidang tanah bersertifikat melalui program PTSL,” pungkasnya. [dny/kun]
