Sugiri Sancoko: Dari Wartawan, Pengusaha hingga Bupati Merakyat yang Tersandung OTT KPK

Sugiri Sancoko: Dari Wartawan, Pengusaha hingga Bupati Merakyat yang Tersandung OTT KPK

Ponorogo (beritajatim.com) — Nama Sugiri Sancoko selama ini identik dengan sosok pemimpin yang dekat dengan rakyat. Dia dikenal hangat, terbuka, dan kerap menyapa warganya dengan sapaan khasnya, “Oke frenn!”, simbol kedekatan tanpa sekat antara bupati dan masyarakat.

Namun, karier panjang dan citra merakyat itu kini diuji. Bupati yang dikenal dengan gaya blusukan itu ikut terseret dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Ponorogo. Status tersangka pun melekat kepadanya usai lembaga antirasuah itu memeriksa intensif di Gedung Merah Putih.

Lahir di Dusun Barat, Desa Gelang Kulon, Kecamatan Sampung, Ponorogo, pada 26 Februari 1971, Sugiri adalah putra keenam dari tujuh bersaudara pasangan (alm) Sinto dan (almh) Situn. Sejak kecil Dia hidup sederhana, tumbuh dalam lingkungan pedesaan yang membentuk wataknya yang keras namun rendah hati.

Sebelum menapaki dunia politik, Sugiri meniti karier sebagai wartawan dan kemudian pengusaha reklame di kota besar. Kedua profesi itu menempanya menjadi pribadi komunikatif, terbuka, dan ulet. Kemampuan membangun jejaring dan membaca isu sosial inilah yang kemudian mengantarkannya masuk ke dunia politik praktis.

Tahun 2009, Sugiri terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur. Ia menjabat hingga 2015 dan dikenal sebagai legislator yang vokal, terutama soal kesejahteraan rakyat dan penguatan ekonomi daerah.

Setelah sempat gagal di Pilkada 2015, Sugiri kembali mencoba peruntungan satu dekade kemudian. Pada Pilkada 2020, Dia berpasangan dengan Lisdyarita, membawa visi “Ponorogo Hebat” yang menekankan pembangunan inklusif, dan gotong royong.

Keduanya dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Ponorogo pada 26 Februari 2021, bertepatan dengan ulang tahun Sugiri ke-50. Dia menyebut momentum itu sebagai “hadiah hidup” dari rakyat Ponorogo.

Selama memimpin, Kang Giri dikenal sering turun langsung ke lapangan. Dirinya duduk bersama petani, berfoto dengan warga di pasar, hingga meninjau proyek tanpa jarak. “Menjadi bupati itu amanah. Wajib dijaga dan dituntaskan sesuai harapan rakyat,” ujarnya suatu waktu.

Di masa pemerintahannya, Sugiri menaruh perhatian besar pada pelestarian budaya Reog Ponorogo yang diperjuangkan agar diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Dia juga menggulirkan kebijakan tentang penguatan ketahanan pangan, ekonomi lokal.

Keberhasilannya menempatkan diri di tengah rakyat membuatnya kembali dipercaya untuk melanjutkan periode kedua 2025–2030 bersama Lisdyarita. Namun perjalanan politiknya itu kini terguncang oleh peristiwa hukum yang menyita perhatian publik.

Langit politik Ponorogo mendadak gelap ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat, termasuk Bupati Sugiri Sancoko, pada Jumat keramat 7 November 2025. Tim penyidik KPK disebut mendatangi Rumah Dinas Bupati Ponorogo dengan beberapa mobil hitam dan langsung melakukan pemeriksaan intensif.

Pasca OTT itu, Sugiri Sancoko bersama beberapa pejabat lainnya dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti dan uang tunai dalam operasi tersebut.

Hingga pada Minggu (9/11/2025) dini hari, KPK akhirnya secara resmi menetapkan tersangka terhadap Bupati Sugiri Sancoko atas kasus jual beli jabatan untuk posisi Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo.

Kasus ini menjadi ujian terberat dalam karier politik Sugiri. Sosok yang selama ini dielu-elukan sebagai pemimpin sederhana, kini harus berhadapan dengan lembaga antirasuah. Reaksi masyarakat pun beragam, antara kecewa, kaget, hingga berharap proses hukum berjalan objektif tanpa intervensi politik.

Namun, banyak pula yang mengingatkan bahwa perjalanan panjang Sugiri tak lepas dari kontribusi nyata bagi Ponorogo. Dia telah meninggalkan jejak perubahan dan mengangkat derajat tinggi untuk budaya Reog Ponorogo. [end/suf]