Akademisi FH Untag Nilai Putusan MKD atas Adies Kadir Sudah Tepat dan Proporsional

Akademisi FH Untag Nilai Putusan MKD atas Adies Kadir Sudah Tepat dan Proporsional

Surabaya (beritajatim.com) – Pengamat hukum politik dari Fakultas Hukum (FH) Untag Surabaya, Sultoni Fikri, menilai putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang menyatakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Adies Kadir, tidak bersalah, sudah tepat dan proporsional.

Menurutnya, pernyataan yang sempat menimbulkan perdebatan publik itu masuk dalam kategori slip of the tongue atau kekeliruan berbicara yang bersifat spontan.

“Yang terjadi pada Bapak Adies Kadir jelas dapat dikategorikan sebagai slip of the tongue, bukan pelanggaran etik. Slip of the tongue adalah kekeliruan berbicara yang spontan, tanpa niat, dan tidak mengandung unsur kesengajaan untuk menyinggung atau merendahkan pihak lain,” ujar Sultoni di Surabaya, Rabu (5/11/2025).

Ia menjelaskan, berdasarkan Pasal 20 ayat (2) Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015, pelanggaran etik hanya dapat dinilai jika terdapat unsur pelanggaran hukum, pelanggaran tata tertib rapat, atau tindakan yang menurunkan martabat lembaga secara substansial. Karena pernyataan tersebut sudah diklarifikasi secara terbuka dan tidak menimbulkan akibat hukum, maka tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etik.

“Pernyataan beliau lebih tepat dipahami sebagai slip of the tongue yang telah terkoreksi secara etis dan komunikatif,” lanjut peneliti di Nusantara Center for Social Research ini.

Sultoni juga menilai langkah cepat Adies yang langsung memberikan klarifikasi keesokan harinya sebagai bentuk tanggung jawab moral. Menurut dia, sikap tersebut menunjukkan kedewasaan etik pejabat publik dalam menjaga kepercayaan masyarakat.

“Respons cepat terhadap kesalahan komunikatif menunjukkan adanya kesadaran moral dan tanggung jawab institusional. Itu sejalan dengan prinsip responsible speech dalam ruang demokrasi,” tutur alumnus Ilmu Politik Universitas Airlangga ini.

Dia menambahkan, jika merujuk pada UU MD3 serta Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015, tidak ada unsur pelanggaran substansial dalam kasus tersebut. Menurutnya, persepsi publik yang muncul lebih disebabkan penyebaran potongan video tanpa konteks penuh di media sosial.

“Yang dinilai dalam pelanggaran etik adalah niat dan akibat hukum. Karena MKD telah memeriksa secara objektif dan menyatakan beliau tidak bersalah, maka persoalan ini selesai secara hukum dan etik,” kata Sultoni.

Ia menilai MKD telah menggunakan pendekatan yang edukatif dan proporsional dalam menangani perkara tersebut. Pendekatan semacam ini, lanjut dia, penting agar penegakan etik tidak berubah menjadi alat politik atau pembunuhan karakter.

“Keputusan MKD yang menyatakan Adies Kadir tidak bersalah adalah penerapan prinsip fair trial dalam ranah etik parlemen,” tegasnya.

Sultoni menyimpulkan bahwa sikap klarifikasi cepat yang ditunjukkan Adies dapat menjadi contoh budaya akuntabilitas bagi pejabat publik. Ia menyebut, pejabat yang berani mengakui dan memperbaiki kekeliruan menunjukkan integritas yang patut dihargai.

“Beliau telah menunjukkan bahwa pejabat publik yang berani mengakui kekeliruan dan segera memperbaikinya adalah pejabat yang memahami makna akuntabilitas. Itu contoh bahwa tanggung jawab moral adalah fondasi utama etika pejabat negara,” pungkas Sultoni. [asg/kun]