Tiga Wanita di Surabaya Divonis 6,5 Tahun Penjara karena Kasus Ekstasi

Tiga Wanita di Surabaya Divonis 6,5 Tahun Penjara karena Kasus Ekstasi

Surabaya (beritajatim.com) – Tiga wanita di Surabaya dijatuhi hukuman enam tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam perkara penyalahgunaan narkotika jenis pil ekstasi. Sidang yang dipimpin oleh hakim Pujiono, SH, MH ini memutuskan bahwa para terdakwa, masing-masing Stevany Asyia Wowor, Sisilia Martha, dan Nurul Afrillya, terbukti bersalah melakukan permufakatan jahat memperjualbelikan narkotika golongan I tanpa hak.

Selain pidana penjara, majelis hakim juga mewajibkan ketiganya membayar denda Rp1 miliar, dengan ketentuan subsider tiga bulan kurungan apabila tidak mampu membayar. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka yang digelar secara luring.

Putusan hakim ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suparlan dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang sebelumnya menuntut hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Dalam tuntutannya, jaksa menilai para terdakwa melanggar Pasal 114 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Menanggapi putusan tersebut, ketiga terdakwa menyatakan pikir-pikir, apakah akan menerima atau mengajukan banding.

Kuasa hukum terdakwa menyayangkan adanya split berkas perkara terhadap kliennya, khususnya Nurul Afrillya. Ia menilai ada kejanggalan karena Nurul dijerat dua kasus sekaligus, padahal ditangkap di tempat dan waktu yang sama.

“Kasihan Nurul, dia justru terkena dua perkara, padahal ditangkap dalam waktu dan tempat yang sama, satu kos bersama. Jadi Nurul kena sabu dan pil ekstasi sekaligus,” ujar kuasa hukum usai sidang.

Ia menambahkan bahwa para terdakwa bukan pengedar, melainkan pemakai pribadi. “Mereka bekerja di counter handphone, dan Nurul adalah tulang punggung bagi dua anaknya. Mestinya hal itu jadi pertimbangan kemanusiaan,” ujarnya.

Berdasarkan dakwaan JPU, perkara ini bermula ketika Stevany dan Nurul bersepakat membeli narkotika dari narapidana Lapas Porong bernama Viky. Nurul menerima dua kantong plastik berisi sabu seberat masing-masing kurang lebih 0,122 gram dan kurang lebih 0,003 gram sebagai pengganti uang milik Sisilia Martha senilai Rp750 ribu.

Pada 6 Juni 2025, mereka kembali membeli sabu seberat ±0,045 gram dari seorang pengedar bernama TROBEL BOYS (DPO) di kawasan Jl. Dukuh Kupang Timur XVIII, Surabaya. Keesokan harinya, mereka memesan lima butir pil ekstasi kepada Feri Ariyanto alias Gepeng (DPO) seharga Rp1,25 juta yang dikirim lewat ojek online.

Malam itu, tim Satresnarkoba Polrestabes Surabaya yang dipimpin Riza Pahlefi dan Dimas Mohammad Rifqi melakukan penggerebekan di lokasi yang sama. Polisi menemukan tiga klip sabu total 0,16 gram, pipa kaca berisi sisa sabu, serta empat butir ekstasi berlogo Kenzo dan Chanel.

Selain barang bukti narkotika, polisi juga menyita tiga unit ponsel: Vivo Y27 hijau, Samsung A06 navi, dan Oppo A18 hitam. Hasil laboratorium kriminalistik memastikan seluruh barang bukti mengandung metamfetamina, narkotika golongan I.

Dalam amar putusannya, hakim menyebut hal yang memberatkan adalah para terdakwa pernah dihukum dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkotika. Namun, majelis juga mempertimbangkan aspek kemanusiaan, terutama karena salah satu terdakwa merupakan ibu tunggal yang menjadi penopang keluarga. [uci/beq]