Sidoarjo (beritajatim.com) – Ketimpangan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun Anggaran 2026, menjadi sorotan pandangan umum (PU) Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) DPRD Kabupaten Sidoarjo, di rapat paripurna, Sabtu (1/11/2025).
Fraksi Golkar menilai arah kebijakan fiskal yang disusun pemerintah daerah belum sepenuhnya mencerminkan semangat efisiensi dan keberpihakan pada masyarakat.
Dalam PU Fraksi Golkar yang dibacakan oleh Wahyu Lumaksono, menyampaikan bahwa total belanja daerah dalam RAPBD 2026 mengalami penurunan signifikan, dari sebesar Rp 5,94 triliun pada 2025 menjadi Rp 5,13 triliun atau turun 13,7 persen. Kontraksi tersebut, menurut Fraksi Golkar, harus diimbangi dengan pengelolaan anggaran yang cermat dan prioritas pada kebutuhan dasar publik.
“Kami mencatat ketimpangan struktural dalam komposisi belanja. Misalnya, anggaran untuk rapat koordinasi mencapai Rp 11 miliar, sementara untuk BLUD Air Limbah Domestik yang menyangkut layanan dasar masyarakat hanya Rp 1,1 miliar,” katanya.
Pendidikan Merosot 37 Persen, Langgar Amanat Konstitusi
Dalam bidang pendidikan, Fraksi Golkar menyoroti penurunan anggaran yang sangat signifikan dari Rp 1,53 triliun pada 2025 menjadi Rp 954 miliar pada 2026 atau turun 37,7 persen. Akibatnya, porsi belanja pendidikan hanya mencapai 18,6 persen dari total APBD, di bawah amanat Pasal 31 UUD 1945 yang menetapkan minimal 20 persen.
“Penurunan ini merupakan kemunduran dalam pembangunan sumber daya manusia. Kami mendesak agar alokasi dikembalikan sesuai ketentuan konstitusional,” tandas Sekretaris DPD Partai Golkar Sidoarjo ini.
Penanganan Banjir, Kesehatan, dan Lingkungan Jadi Sorotan
Untuk bidang infrastruktur, Golkar menilai penanganan banjir belum menyentuh akar persoalan. Data BPBD 2024 menunjukkan 9.121 keluarga di enam kecamatan terdampak banjir, namun program pembangunan drainase sepanjang 20 kilometer senilai Rp 58 miliar dinilai belum cukup.
Fraksi Golkar meminta Pemkab Sidoarjo menyusun Grand Design penanganan banjir terpadu, berkoordinasi dengan BP DAS Brantas, dan menerapkan skema Insentif Kinerja Ekologi (IKE) seperti diatur dalam Permendagri Nomor 14 Tahun 2025.
Bidang kesehatan, penurunan alokasi juga terjadi di beberapa sektor kunci:
Dinas Kesehatan turun 6,8 persen menjadi Rp 574,5 miliar. RSUD Sidoarjo Barat turun 17,2 persen menjadi Rp 95,6 miliar. Puskesmas turun 11,5 persen menjadi Rp 118,3 miliar. “Pemangkasan ini berpotensi menurunkan kualitas layanan dasar dan percepatan penanganan stunting,” tegas dia.
Pendapatan Daerah Dinilai Kurang Realistis
Fraksi Golkar juga menilai bahwa target Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2026 pada sejumlah pos pajak justru lebih rendah dari realisasi tahun-tahun sebelumnya. Beberapa data menunjukkan anomali perencanaan, antara lain:
Pajak Jasa Perhotelan realisasi 2024 sebesar Rp 24,06 miliar, tetapi target 2026 hanya Rp 20 miliar. Pajak Jasa Parkir realisasi 2024 sebesar Rp 12,84 miliar, target 2026 turun menjadi Rp 9,5 miliar.
Pajak Air Tanah realisasi 2024 mencapai Rp 7,42 miliar, namun target 2026 hanya Rp 6,78 miliar. Sementara itu, total PAD yang diusulkan dalam RAPBD 2026 tercatat Rp 1,318 triliun, lebih rendah dibandingkan realisasi PAD 2024 yang mencapai Rp 1,407 triliun.
Target yang tidak konsisten ini menunjukkan lemahnya perencanaan pendapatan. Kami mendesak agar pemerintah daerah merevisi target PAD dengan basis kinerja dan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang riil.
“Di sektor retribusi, Fraksi Golkar mencatat hal serupa. Target retribusi pasar tahun 2026 ditetapkan Rp 16,93 miliar, padahal realisasi 2024 mencapai Rp 18,47 miliar. Sebaliknya, hanya retribusi jasa tertentu yang menunjukkan kenaikan signifikan, dari realisasi 2024 sebesar Rp 26,14 miliar menjadi target Rp 28,67 miliar pada 2026,” urai Wahyu Lumaksono.
Komitmen untuk APBD yang Berkeadilan
Wahyu Lumaksono menegaskan, jika Fraksi Golkar akan mengawal pembahasan RAPBD 2026 agar setiap rupiah yang dialokasikan benar-benar berpihak kepada rakyat.
“Efisiensi bukan berarti memangkas pelayanan publik, tetapi mengalihkan sumber daya dari yang tidak produktif ke sektor strategis. Golkar berharap RAPBD 2026 menjadi instrumen keuangan daerah yang adil, produktif, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat Sidoarjo,” tegasnya.
Di kesempatan sama, snggota Fraksi Golkar lainnya, Muhammad Dian Felani menilai di Bidang lingkungan hidup juga mengalami kontraksi. Anggaran Dinas Lingkungan Hidup berkurang 33,7 persen, dari Rp 127,3 miliar menjadi Rp 84,3 miliar. Padahal, data DLHK Jawa Timur menunjukkan Indeks Kualitas Udara (AQI) di Kecamatan Krian telah mencapai 167, atau kategori tidak sehat.
“Fraksi meminta agar pemerintah segera memperkuat sistem pemantauan udara real-time, menyesuaikan target Indeks Kualitas Udara Daerah (IKUD) dengan standar nasional, serta mengadopsi skema insentif lingkungan bagi desa/kelurahan yang berkomitmen pada pengelolaan lingkungan hidup,” pinta mantan Ketya BPC HIPMI Kab. Sidoarjo ini. (isa/kun)
