DPRD Pamekasan Soroti Siswa SDN Tamberu 2 Belajar di Tenda Dekat Tempat Sampah

DPRD Pamekasan Soroti Siswa SDN Tamberu 2 Belajar di Tenda Dekat Tempat Sampah

Pamekasan (beritajatim.com) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pamekasan menilai proses belajar mengajar siswa SD Negeri Tamberu 2 Batumarmar berlangsung dalam kondisi memprihatinkan. Temuan itu disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Pamekasan, Halili Yasin, usai meninjau langsung aktivitas belajar di lokasi sementara beberapa waktu lalu.

“Saat meninjau di lokasi pembelajaran, situasinya sangat memprihatinkan, di mana anak-anak belajar di bawah tenda, dan lokasinya tepat di area pembuangan sampah,” kata Halili Yasin, Rabu (29/10/2025).

Halili menjelaskan, sebelumnya sempat direncanakan agar proses belajar mengajar dilakukan di teras rumah warga terdekat, namun rencana tersebut gagal karena tidak mendapat izin. “Awalnya sempat direncanakan belajar di emperan rumah warga, tapi tidak diperbolehkan karena dianggap bising, mau gimana lagi,” ungkapnya.

Ia menambahkan, DPRD telah mengundang sejumlah instansi terkait untuk membahas penyelesaian sengketa lahan yang menyebabkan penyegelan SDN Tamberu 2 Batumarmar. “Kami juga sudah mengundang Disdikbud bersama Bagian Aset Pemkab Pamekasan guna membahas langkah taktis penyelesaian masalah. Karena akar persoalan sengketa lahan ini saling terkait antara aset dan pendidikan,” jelasnya.

Menurut Halili, pemilik lahan sebenarnya telah diarahkan untuk mengurus sertifikat agar bisa dibeli oleh pemerintah. Namun proses tersebut terhambat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pamekasan karena adanya persyaratan administratif.

“Pemilik lahan sudah diarahkan mengurus sertifikat agar bisa dibeli pemerintah, namun saat proses ke BPN Pamekasan muncul permintaan surat keterangan dari bagian aset bahwa tanah tersebut bukan milik Pemkab. Bagian aset menolak mengeluarkan surat itu karena tidak ada dasar hukumnya dalam perundang-undangan,” imbuhnya.

BPN Pamekasan, lanjut Halili, meminta surat tersebut sebagai langkah antisipatif terhadap potensi gugatan di masa depan. “Karena lahan itu sudah lebih 20 tahun digunakan pemerintah, bisa saja diklaim sebagai milik negara jika tidak ada gugatan. Tapi tanpa surat itu, sertifikat tidak bisa terbit, dan pembelian juga tidak bisa dilakukan,” sambungnya.

Dari hasil rapat bersama Dinas Pendidikan dan Bagian Aset, DPRD merumuskan tiga alternatif solusi, yakni membeli lahan dari pemilik, membangun gedung baru di lokasi lain, atau memindahkan siswa ke sekolah terdekat. Namun, Halili menilai dua opsi pertama berisiko menimbulkan persoalan baru.

“Opsi paling realistis yaitu membangun gedung baru, karena di sekitar lokasi masih ada lahan yang merupakan aset pemerintah daerah, dan itu menjadi solusi paling aman,” tegas politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.

Ia menilai pembelian lahan pribadi rawan menimbulkan polemik, terutama terkait penentuan harga. “Untuk pembelian lahan bisa saja dilakukan, tapi risikonya relatif tinggi. Harga lahan bisa menjadi persoalan baru, terlebih pemerintah menilai berdasarkan appraisal, sedangkan pemilik memakai harga pasar atau harga selera. Belum lagi ada pihak lain yang mengklaim memiliki hak atas lahan itu,” tambahnya.

Halili mendesak agar hasil rapat segera dilaporkan kepada Sekda dan Bupati Pamekasan untuk ditindaklanjuti. “Masalah ini harus segera ditangani, kasihan anak-anak. Mereka belajar di lingkungan yang rawan penyakit. Bahkan saat makan program MBG mereka makan di tenda yang berdiri di area pembuangan sampah, ini tidak manusiawi,” pungkasnya. [pin/beq]