Menghitung Biaya Investasi WIFI-DSSA Hubungkan 20 Juta Rumah dengan Internet Murah

Menghitung Biaya Investasi WIFI-DSSA Hubungkan 20 Juta Rumah dengan Internet Murah

Bisnis.com, JAKARTA —  PT Telemedia Komunikasi Pratama, anak usaha PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI), dan  PT Eka Mas Republik, anak usaha PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) diwajibkan untutk menghubungkan 20 juta rumah dengan internet murah sebagai komitmen atas penggunaan frekuensi 1,4 GHz. Kewajiban tersebut harus dipenuhi dalam 10 tahun.

Seperti diketahui, berdasarkan pengumuman Nomor: 1/SP/TIMSEL1,4/KOMDIGI/2025 Tentang Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,4 GHz untuk layanan Akses Nirkabel Pitalebar atau Broadband Wireless Access (BWA) Tahun 2025, pemerintah melaksanakan seleksi terhadap objek seleksi berupa pita frekuensi radio pada rentang 1432–1512 MHz untuk layanan Time Division Duplexing (TDD). Masa berlaku Izin Penggunaan Frekuensi Radio (IPFR) ditetapkan selama 10 tahun.

Sementara itu pada Juli 2025, Pakar telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agung Harsoyo memperkirakan ongkos yang harus dikeluarkan perusahaan telekomunikasi dalam menggelar FWA tidak jauh berbeda dengan ongkos untuk menggelar layanan seluler. Namun ada beberapa komponen tambahan.

“Saya yakin struktur biaya FWA mirip dengan struktur biaya selular. Artinya, pelanggan pada jarak tertentu dari pemancar FWA, struktur biayanya pasti sama,” kata Agung kepada Bisnis.

Untuk menyediakan layanan FWA, perusahaan telekomunikasi terlebih dahulu harus menggelar serat optik ke menara telekomunikasi sebagai jalur trafik internet.  Adapun yang membedakan dengan seluler eksisting, perusahaan FWA perlu menambah biaya untuk radio unit (modul), frekuensi, dan antena.

WIFI nantinya harus menggelar serat optik di Pulau Jawa, Maluku, dan Papua. Sementara itu DSSA wajib menggelar di Sumatra, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Dalam menghadirkan serat optik di wilayah tersebut, pemenang dapat menggunakan serat optik eksisting, bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi lain, atau membangun sendiri.

Dari sisi modul, berdasarkan informasi yang diterima Bisnis, biaya yang harus disiapkan untuk operasional bulanan sekitar Rp125 juta – Rp700 juta per site tergantung kelengkapan alat. Belum diketahui jumlah site yang harus dibangun untuk melayani 20 juta rumah dengan internet murah.

Sementara itu untuk pengadaan perangkat jaringan radio akses sekitar Rp1 miliar – Rp2 miliar, sewa lahan dan menara sekitar Rp1,5 miliar – Rp2 miliar, biaya transmisi Rp1 miliaran, dan sistem utama serta billing sekitar Rp1 miliar. 

Dari sisi pelanggan, para pengguna layanan FWA 1,4 GHz nantinya harus menyiapkan uang lebih untuk membeli modem yang dapat menangkap sinyal FWA. Ruter di masyarakat harganya beragam, bisa mencapai Rp656.000 atau US$30.

WIFI belum lama memperkenalkan perangkat Wi-Fi 7 yang dijual seharga Rp299.000. Perangkat tersebut juga dapat digunakan oleh pelanggan dengan harga yang lebih murah.

WIFI dan DSSA juga perlu menyiapkan biaya bandwidth yang tidak murah. Ongkos tersebut dapat ditekan lewat kerja sama dengan pihak ketiga atau melalui diskon biaya hak penggunaan frekuensi. 

“Saya yakin yang tidak mirip [antara seluler dan FWA 1,4 GHz] adalah harga PNBP atau BHP frekuensinya. Jadi, kalau dari sisi biaya, lebih murah. Kira-kira. Kan itu ranahnya adalah ranah kebijakan. Pemerintah punya kewenangan untuk menurunkan harga mulai dari regulasi,” kata Agung. 

Petugas memperbaiki BTS

Sementara itu, Head of Asia Pacific GSMA Julian Gorman mengatakan tantangan utama dalam pemanfaatan frekuensi 1,4 GHz berkaitan dengan kesiapan ekosistem pendukung yang masih minim. Di luar ratusan miliar biaya yang harus dibayarkan para pemenang lelang, ongkos membangun ekosistem juga tidak murah. Pemenang perlu membangun kepercayaan masyarakat terhadap produk dan layanan purna jual yang optimal.

“Masalah utama dari teknologi 1,4 GHz adalah ukuran ekosistemnya,” ujar Julian.

Beban yang lebih tinggi ….