Blitar (beritajatim.com) – Fakta mengejutkan datang dari kepegawaian Kabupaten Blitar. Bukan soal prestasi namun terkait kasus perceraian di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Blitar.
Data Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Blitar memperlihatkan bahwa angka perceraian ASN di Bumi Penataran mencapai 37 kasus. Itu melonjak tajam dari tahun 2024 dan 2023 lalu.
Dari data itu yang paling mencuri perhatian adalah mayoritas pemohon izin cerai bukan berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) senior, melainkan dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Blitar, Achmad Budi Hartawan, membenarkan adanya lonjakan ini. Ia merinci, dari 37 pemohon tersebut, 25 orang adalah pegawai PPPK dan 12 sisanya adalah PNS.
Fenomena dominasi PPPK dalam statistik perceraian ini menjadi sorotan baru, mengingat status kepegawaian mereka yang relatif baru dibandingkan PNS.
“Pada tahun 2025 ini memang mengalami kenaikan,” ujar Budi Hartawan.
Lonjakan ini terbilang signifikan. Sebagai perbandingan, pada tahun 2024 lalu, total pengajuan izin cerai hanya berkisar dua puluhan, dan pada tahun 2023 hanya ada 19 pengajuan.
Budi menegaskan, bagi seorang ASN, proses perceraian tidak bisa dilakukan secara instan. Berbeda dengan warga sipil, mereka terikat oleh aturan kepegawaian yang ketat sebelum bisa mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama.
“Berdasarkan peraturan, bagi ASN yang akan mengajukan perceraian harus mengajukan izin terlebih dahulu kepada Bupati,” ucapnya.
Sebelum surat izin dari Bupati terbit, BKPSDM wajib melakukan serangkaian proses panjang. Ini termasuk pembinaan di dinas atau OPD masing-masing tempat ASN tersebut bekerja.
“Kemudian, kita (BKPSDM) lakukan pemanggilan, klarifikasi, hingga mediasi. Hasil dari upaya mediasi inilah yang kita laporkan ke Bupati sebagai bahan pertimbangan,” urai Budi.
Dari 37 ASN yang mengajukan izin tahun ini, Budi menyebut 21 orang di antaranya telah “lolos” proses mediasi dan dinyatakan tidak bisa dirujukkan kembali.
“Yang 21 sudah mendapat izin dari Bupati dan surat keputusannya sudah terbit,” tandasnya.
Sementara sisanya, masih harus menjalani proses mediasi di BKPSDM atau menunggu keputusan akhir Bupati. [owi/beq]
