DPR Dorong KHU Segera Terbitkan Aturan Teknis Umrah Mandiri

DPR Dorong KHU Segera Terbitkan Aturan Teknis Umrah Mandiri

Jakarta (beritajatim.com) – Undang-Undang Haji dan Umrah Tahun 2025 resmi melegalkan skema umrah mandiri, yang memungkinkan calon jemaah mengurus seluruh proses ibadahnya sendiri sepanjang memenuhi persyaratan resmi yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi.

Menanggapi kebijakan baru ini, Anggota Komisi VIII DPR RI Ashari Tambunan meminta Kementerian Haji dan Umrah (KHU) segera menerbitkan peraturan pelaksana agar masyarakat memahami tata cara pelaksanaan umrah mandiri secara menyeluruh.

“Agar masyarakat memahami tata cara umrah mandiri secara detail, termasuk syarat akomodasi, transportasi, asuransi, dan pelaporan jamaah,” kata Ashari dalam keterangan yang diterima, Senin (27/10/2025).

Ashari menegaskan, perubahan regulasi ini perlu disikapi dengan adaptasi positif, bukan resistensi. Ia mendorong pelaku usaha perjalanan ibadah untuk bertransformasi dari sekadar penjual paket menjadi penyedia layanan bernilai tambah.

“Travel yang tangguh adalah yang mampu berinovasi: memperkuat standar mutu, menjamin keamanan jemaah, serta transparan dalam biaya. Umrah mandiri tidak berarti tanpa aturan — justru menuntut tanggung jawab yang lebih besar,” tuturnya.

Menurutnya, kebijakan ini bukan untuk mematikan usaha biro perjalanan, melainkan membuka akses yang lebih luas dan memberi fleksibilitas bagi masyarakat yang ingin beribadah dengan cara lebih mandiri, transparan, dan efisien. “Aturan ini justru memberi kepastian hukum bagi semua pihak. Pengusaha jangan panik. Pasar umrah di Indonesia tetap membutuhkan layanan profesional, dari manasik, akomodasi, hingga pendampingan teknis. Bedanya, sekarang masyarakat punya pilihan yang lebih beragam,” ujarnya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyoroti sejumlah persoalan dalam penyelenggaraan umrah selama ini, seperti lemahnya pengawasan, orientasi bisnis jangka pendek, hingga minimnya perlindungan jemaah saat terjadi sengketa atau gagal berangkat. “Kita butuh sistem pengawasan terpadu yang mencakup visa, akomodasi, dan transportasi. Jangan lagi ada praktik ‘jual murah, berangkat tidak pasti’. Reformasi umrah harus dimulai dari penataan bisnis yang jujur dan terukur,” ujarnya.

Ashari juga mengimbau agar pelaku usaha perjalanan ibadah haji dan umrah tidak bereaksi berlebihan terhadap kebijakan baru tersebut. “Kita tidak sedang mematikan bisnis umrah, kita sedang menyehatkan ekosistemnya. Bila semua pihak disiplin dan transparan, jemaah akan terlindungi dan industri akan makin dipercaya,” tegasnya. [hen/beq]