Blitar (beritajatim.com) – Pertanyaan menohok dilontarkan oleh kuasa hukum pelapor, Khoirul Anam, di tengah rapat klarifikasi terkait kasus pelanggaran etika yang melibatkan oknum anggota Fraksi PDIP DPRD Kabupaten Blitar berinisial SW.
Rapat yang digelar di Kantor DPC PDIP Kabupaten Blitar pada Jumat, 24 Oktober 2025, ini dihadiri oleh RD (pelapor), Anam, serta jajaran elit DPC PDIP, termasuk Sekretaris DPC Supriyadi dan anggota lainnya.
Dalam rapat tersebut, Anam secara terbuka mempertanyakan komitmen Ketua DPC PDIP Kabupaten Blitar, Rijanto, yang juga menjabat sebagai Bupati Blitar. Pertanyaan tersebut muncul setelah kabar beredar bahwa Bupati Rijanto meminta pihak korban untuk ‘tidak melakukan gerakan.’
“Kalau begitu, bupati mendukung masalah penelantaran anak istri?” ujar Anam, mengungkapkan kembali momen kritis ketika ia melontarkan pertanyaan tersebut kepada Bupati Rijanto pada Minggu, 26 Oktober 2025.
Proses klarifikasi ini merupakan tindak lanjut setelah oknum SW dijatuhi vonis melanggar etika oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Blitar. Kasus ini menyoroti dugaan ketidakberesan dalam penyelesaian masalah internal partai dan melibatkan pejabat publik yang memiliki tanggung jawab besar terhadap masyarakat.
Khoirul Anam menegaskan bahwa pihaknya menolak tawaran penyelesaian melalui jalur kekeluargaan yang diajukan oleh oknum Fraksi PDIP, karena dianggap tidak memiliki itikad baik. “Tidak ada itikad baik. Namanya kekeluargaan itu tidak ada pra-syarat apapun. Melepas ego. Melepas kemarahan,” jelas Anam.
Tawaran damai yang disodorkan oleh pihak oknum justru mengandung syarat yang kontroversial, yakni tes DNA, yang menurut Anam sangat tidak pantas. Ia menilai bahwa syarat tersebut mengabaikan putusan etik BK yang telah dijatuhkan.
“Ini jelas tidak menghargai proses etik yang telah ada,” tegas Anam, menunjukkan bahwa tawaran penyelesaian tersebut hanya akan memperpanjang ketidakadilan.
Dalam menghadapi ketidakjelasan penyelesaian internal partai, Anam mendesak DPC PDIP untuk bertindak transparan dan jujur dalam menangani kasus ini. Ia juga menuntut agar masalah ini disampaikan dengan jelas ke DPD dan DPP PDIP, mengingat oknum yang terlibat merupakan pejabat publik yang seharusnya memberikan contoh yang baik.
“Kami menunggu respons nyata dalam 2-3 hari ke depan. Jika keadilan yang seadil-adilnya tidak didapat, kami akan mengambil langkah hukum lain yang tetap sesuai ketentuan hukum,” ujar Anam, menegaskan bahwa pihaknya siap menempuh jalur hukum yang lebih lanjut jika tidak ada penyelesaian yang memadai.
Anam juga membandingkan kasus ini dengan pelanggaran etik yang terjadi di DPRD Kota Blitar, di mana proses penonaktifan anggota dewan yang melanggar etika berjalan lebih cepat. “Kami berharap partai dapat menjalankan prinsip keadilan yang sama bagi seluruh kadernya.”
Di sisi lain, anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Jawa Timur, Guntur Wahono, menegaskan bahwa partainya tidak akan melindungi kader yang merusak citra dan marwah partai. Ia memastikan bahwa sanksi etik terhadap oknum SW sedang diproses.
Meski begitu, para pihak yang terlibat menunggu langkah nyata dari DPC PDIP untuk mengembalikan citra partai yang sempat tercoreng akibat insiden ini. [owi/suf]
