Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik KPK memeriksa empat saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Kamis (23/10/2025), di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.
Keempat saksi adalah Sunu Widi Purwoko (SWP) selaku Kepala Divisi Hukum LPEI tahun 2015, Irene Gunawan (IG) selaku pihak swasta, Dendy Wahyu K. Wardhana (DWW) selaku Kepala Divisi Kepatuhan tahun 2015, Yevita Pantjanata (YP) selaku pihak swasta.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan keempat saksi diperiksa dengan materi yang berbeda. SWP diminta keterangan oleh penyidik mengenai POB proses kredit di LPEI dan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam proses tersebut.
“Selain itu, Saksi SWP juga diminta menjelaskan tanggapan Divisi Hukum atas usulan/review/keputusan terkait pemberian kredit atas debitur,” ucap Budi.
Lalu bagi saksi IG, didalami terkait proses permohonan, proses pencairan, dan penggunaan hasil pencairan kredit dari LPEI. Kemudian saksi DWW diperiksa untuk menjelaskan tanggapan Divisi Kepatuhan atas usulan, review, keputusan terkait pemberian kredit atas debitur.
Sedangkan saksi YP ditelisik terkait kepemilikan dan proses penjualan saham perusahaan debitur. Tetapi, Budi belum dapat menyampaikan perusahaan yang dimaksud karena masih dalam proses penyidikan.
“Kami akan sampaikan pada kesempatan berikutnya, tapi yang pasti memang dalam perkara terkait dengan pembiayaan oleh LPEI ini melibatkan sejumlah perusahaan,” jelasnya.
Sekadar informasi, LPEI diduga memberikan fasilitas kredit kepada sejumlah perusahaan atau pihak debitur yang tidak layak dan tidak sesuai prosedur. Dalam proses pencairan dana, direksi diduga melakukan kesepakatan dengan sejumlah debitur.
KPK telah menetapkan 5 tersangka pada 3 Maret 2025, yakni Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan, PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.
Kemudian pada 28 Agustus 2025, KPK menetapkan Hendarto selaku debitur PT Sakti Mait Jaya Langit dan PT Mega Alam Sejahtera pada grup PT Bara Jaya Utama sebagai tersangka. KPK memperkirakan kerugian negara mencapai Rp11 triliun.
