Ponorogo (beritajatim.com) – Kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMK PGRI 2 Ponorogo memasuki babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo resmi membacakan tuntutan terhadap Syamhudi Arifin, terdakwa kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan dana BOS di sekolah tersebut. Tuntutan itu, dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (21/10/2025) kemarin.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo menuntut hukuman berat terhadap Syamhudi Arifin. Jaksa menuntut terdakwa dengan pidana 14 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain hukuman pokok, jaksa juga menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp25,83 miliar. Jumlah itu dikurangi dengan nilai pengembalian sebagian kerugian negara sebesar Rp3,175 miliar, sehingga masih tersisa kewajiban pembayaran sebesar Rp22,65 miliar.
“Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Apabila tidak mencukupi, diganti pidana penjara selama 7 tahun 3 bulan,” terang Kasi Intel Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, Rabu (22/10/2025).
Agung menjelasakan barang bukti berupa uang tunai Rp3,175 miliar, 11 unit bus, tiga unit mobil Avanza, dan satu unit Pajero dirampas untuk negara serta diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti.
“Tuntutan ini menjadi bagian dari komitmen Kejaksaan dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, khususnya yang merugikan dunia pendidikan dan keuangan negara,” tegasnya.
Sidang pembacaan tuntutan berlangsung aman dan tertib di ruang Candra, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya. Agenda persidangan berikutnya dijadwalkan pada 4 November 2025, dengan agenda pledoi atau nota pembelaan dari penasihat hukum terdakwa.
Agung menyebut, kasus ini bermula dari penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana BOS pada tahun anggaran 2019 hingga 2024 di SMK PGRI 2 Ponorogo. Berdasarkan hasil penyidikan, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
“Penegakan hukum ini diharapkan memberi efek jera dan menjadi pembelajaran bagi seluruh pengelola dana pendidikan agar lebih transparan dan akuntabel,” pungkas Agung. (end/but)
