Bandara Haji Jadi Solusi Optimalisasi Dhoho dan Kertajati

Bandara Haji Jadi Solusi Optimalisasi Dhoho dan Kertajati

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengambil strategi khusus berupa penetapan Bandara Haji untuk mengoptimalkan Bandara Dhoho di Kediri dan Kertajati di Majalengka, yang menghadapi tantangan serius, yakni sepi penerbangan.

Dua gerbang udara di Pulau Jawa padahal telah naik statusnya menjadi internasional. Meski demikian, jumlah penerbangan domestik pun masih dalam hitungan jari.

Melansir laman resmi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, hanya ada dua rute penerbangan di Bandara Dhoho (IATA: DHX).

Citilink melayani rute domestik yakni Kediri-Jakarta (Bandara Internasional Soekarno-Hatta) dengan frekuensi tiga kali per minggu. Sedangkan Super Air Jet melayani rute Kediri-Balikpapan (Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan) dengan frekuensi empat kali seminggu.

Sementara Bandara Kertajati (IATA: KJT) memiliki empat rute penerbangan domestik. Citilink terpantau melayani satu rute, yakni Kertajati—Balikpapan dengan frekuensi empat kali seminggu.

Maskapai dari Lion Air Group, yakni Super Air Jet, melayani penerbangan lainnya. Mulai dari Kertajati—Balikpapan, Kertajati—Sumatra Utara (Kualanamu Internasional), dan Kertajati—Bali (I Gusti Ngurah Rai) dengan frekuensi penerbangan setiap hari.

Kontribusi dua bandara ini terhadap trafik penumpang domestik pada 2024 pun minim. Dari 65,95 juta orang, penumpang yang menggunakan Dhoho sebanyak 14.160 (0,02%) dan Kertajati sebanyak 230.830 (0,64%).

Bandara Haji jadi Solusi

Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi memberikan perhatian khusus untuk mengoptimalkan bandara di Jawa Barat. Di mana Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati rencananya akan digunakan untuk penerbangan Haji dan Umrah.

Pihaknya pun berdialog dengan para pelaku usaha dan penyelenggara travel Haji dan Umrah se-Jawa Barat. Menurutnya, dialog ini penting untuk memperkuat sinergi dalam memberikan pelayanan terbaik bagi para jamaah yang akan berangkat haji maupun umrah.

Harapannya, bandara akan berfungsi secara optimal apabila ada pergerakan yang berkelanjutan, penerbangan yang teratur, dan dukungan dari pemerintah daerah, pengelola bandara, maskapai penerbangan, dan para pelaku travel.

“Dengan sinergi yang baik dari semua pihak, saya berharap Bandara Kertajati dapat menjadi pintu gerbang bagi masyarakat Jawa Barat yang akan berangkat ke tanah suci,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Jumat (10/10/2025).

Bahkan, Pertemuan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan Duta Besar Uni Emirat Arab (UEA) untuk Republik Indonesia dan ASEAN Y.M. Abdulla Salem AlDhaheri pada awal Oktober lalu, telah membuka peluang investasi di Kertajati.

Serupa, Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) pun telah membidik Bandara Dhoho di Kediri menjadi bandara keberangkatan haji dengan target operasional pada 2026 atau paling lambat pada musim haji 2027.

Manuver juga dilakukan dengan dalih Bandara Juanda di Surabaya telah terlalu padat sebagai pintu gerbang menuju Makkah maupun Madinah. Alhasil, perlu alternatif untuk mengurai volume jemaah.

“Tim kami juga sudah melakukan site visit ke Dhoho beberapa waktu lalu untuk mengumpulkan, melakukan evaluasi dan penilaian terkait feasibility,” jelas Deputi Bidang Koordinasi Pelayanan Haji Dalam Negeri Kementerian Haji dan Umrah Puji Raharjo kepada Bisnis, dikutip pada Minggu (5/10/2025).

Hanya Butuh Konektivitas

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno justru memandang kunci trafik pada kedua bandara tersebut adalah konektivitas dan integrasi moda transportasi.

Saat ini, kedua bandara tersebut dapat dikatakan minim akses. Namun, Djoko menilai keberadaan Tol Cileunyi—Sumedang—Dawuan (Cisumdawu) setidaknya telah sedikit menambah akses ke Kertajati. Sayangnya, berbeda dengan Dhoho.

Saat ini belum ada akses tol menuju Dhoho, hanya sebatas jalan protokol. Pemerintah bersama badan usaha, termasuk PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), memang telah memulai konstruksi jalan Tol Kediri—Tulungagung. Namun, pembangunan tersebut diprediksi molor.

“Itu masalah akses. Kalau Kertajati dulu jaringan tolnya belum ada, sekarang sudah ada. Dhoho tolnya belum ada,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (13/10/2025).

Sekalipun akses sudah tersedia, langkah selanjutnya adalah integrasi moda melalui keberadaan angkutan umum yang memiliki rute rutin menuju masing-masing bandara.

Djoko berpandangan, penyedia angkutan harus berani melayani rute tersebut dengan headway satu jam sekali, misalnya. Hal terpenting lainnya, yakni penambahan trafik penerbangan.

Menurutnya, tantangan ini bukan sebatas urusan pemerintah pusat maupun maskapai. Namun, juga peran pemerintah daerah dalam mempromosikan pariwisata yang ada.

Mengambil contoh Banyuwangi, kata Djoko, pemerintah daerah berhasil mendorong pariwisata di ujung Timur Pulau Jawa sehingga hadir bandar udara. Meski hanya melayani empat rute, tetapi trafik penerbangan maupun penumpang jauh lebih tinggi dari Kertajati.

Dengan demikian, ambisi pemerintah perlu menyesuaikan dengan realitas di lapangan. Sebab, sebaik apa pun bandara dibangun, tak akan optimal tanpa akses yang mumpuni dan manfaat yang benar-benar dirasakan masyarakat di sekitarnya.