Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pemerintah akan mengevaluasi kebijakan penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) 100% selama 12 bulan.
Kendati tidak disebut secara spesifik, sulit untuk tidak mengaitkan evaluasi DHE itu dengan sorotan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Trump pernah mempersoalkan kebijakan DHE saat menjatuhkan tarif 32% kepada Indonesia.
Adapun keputusan untuk mengevaluasi wajib DHE disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam rapat kabinet di kediaman pribadinya, Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan pada Minggu (12/10/2025) malam.
Airlangga mengaku pengusaha tidak ada menyampaikan keluhan berarti dari kebijakan wajib parkir DHE SDA 100% itu. Hanya saja, permasalahan ada di dalam sistem.
“DHE kendalanya bukan dari pengusaha, kendalanya dari kita melihat transfer dananya kemarin terdisrupsi,” ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (13/10/2025).
Ketika dikonfirmasi apakah disrupsi tersebut karena permasalahan di sistem perbankan atau serapan penempatan dana pengusaha yang belum optimal, Airlangga tidak mau memberi keterangan lebih lanjut. Dia meminta setiap pihak bersabar karena akan ada keterangan lebih lanjut.
“Nanti kita evaluasi dan disampaikan,” ujar politisi Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa salah satu fokus utama pembahasan dalam rapat kabinet kemarin malam mengenai kondisi dan stabilitas sistem keuangan serta sistem perbankan nasional, termasuk evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan DHE SDA yang telah berlaku sejak Maret 2025.
“Tadi membahas mengenai hasil dari peraturan pemerintah yang kita keluarkan berkenaan dengan masalah devisa hasil ekspor. Jadi tadi membahas untuk melakukan evaluasi sejauh mana efektivitas dan dampak terhadap diberlakukannya DHE,” kata Prasetyo kepada wartawan di Kertanegara, Jakarta, Minggu (12/10/2025) malam.
Menurutnya, laporan sementara menunjukkan sebagian besar eksportir telah mematuhi ketentuan untuk menempatkan devisa hasil ekspor di dalam negeri. Kendati demikian, pemerintah menilai hasil implementasi kebijakan tersebut belum sesuai harapan.
Prasetyo mengatakan ada sejumlah kendala dan celah yang memungkinkan aliran devisa ke luar negeri belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Oleh sebab itu, Prabowo meminta jajaran terkait untuk segera melakukan kajian lanjutan.
“Masih ada beberapa yang memungkinkan devisa kita belum seoptimal yang kita harapkan. Makanya itu yang diminta untuk segera dipelajari kembali,” kata dia.
Sorotan Pemerintahan Trump?
Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyoroti kebijakan pemerintah Indonesia yang mewajibkan pengusaha di sektor sumber daya alam (SDA) untuk memarkir devisa hasil ekspor alias DHE di dalam negeri.
Tidak hanya disorot, kebijakan DHE Presiden Prabowo Subianto itu kemudian menjadi salah satu pertimbangan pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump untuk mengenakan tarif kepada produk Indonesia sebesar 32%.
“Mulai tahun ini, [Indonesia] mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor mereka ke dalam negeri untuk transaksi senilai $250.000 atau lebih,” demikian dikutip dari laman resmi Gedung Putih, Jumat (4/4/2025).
Trump mengkategorikan kebijakan tersebut sebagai bagian dari hambatan tarif moneter dan tarif non-moneter untuk mengatur arus perdagangan baik itu ekspor dan impor.
“Presiden Trump melawan keduanya melalui tarif timbal balik untuk melindungi pekerja dan industri Amerika dari praktik tidak adil ini.”
Neraca Dagang RI Vs AS
Dalam catatan Bisnis, AS selama beberapa dasawarsa terakhir adalah mitra dagang utama Indonesia. Salah satu negara tujuan ekspor. Produk-produk manufaktur hingga pruduk kayu mengalir deras ke sana. Alhasil, neraca perdagangan RI – AS selalu surplus selama 4 tahun belakangan.
BPS mencatat bahwa pada tahun 2021, surplus neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS mencapai US$14,5 miliar. Tahun 2022, terjadi lonjakan surplus hingga mencapai US$16,5 miliar. Namun pada tahun 2023, surplus negara perdagangan Indonesia dengan AS menyusut menjadi US$11,9 miliar.
Pada tahun 2024, data sampai Desember, ekspor nonmigas Indonesia ke AS tercatat mencapai US$26,3 miliar. Sementara impor non-migas dari AS hanya di angka mencapai US$9,6 miliar. Surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS mencapai angka di kisaran US$16,85 miliar.
Sementara itu, jika mengacu data dari United States Trade Representative (USTR), perdagangan barang antara AS dengan Indonesia diperkirakan mencapai $38,3 miliar pada tahun 2024. Ekspor barang AS ke Indonesia pada tahun 2024 sebesar $10,2 miliar, naik 3,7 persen ($364 juta) dari tahun 2023.
Impor barang AS dari Indonesia mencapai $28,1 miliar pada tahun 2024, naik 4,8 persen ($1,3 miliar) dari tahun 2023. Defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia sebesar $17,9 miliar pada tahun 2024, meningkat 5,4 persen ($923 juta) dari tahun 2023
