Nganjuk (beritajatim.com) – Forum Aliansi Pemuda Nganjuk (FAPN) menggelar seminar nasional yang mengangkat tema “Kepahlawanan Marsinah” di Front One Ratu Hotel, Nganjuk, pada Jumat (10/10/2025).
Acara ini dihadiri oleh Menteri Sosial, Syaifullah Yusuf, yang menjadi keynote speaker. Seminar juga dihadiri oleh beberapa tokoh penting, di antaranya Didik Prajoko dari Universitas Indonesia, Irwan Setiawan dari Komnas Perempuan, dan Ilham Ali Saifuddin dari Sarbumusi.
Seminar ini diikuti oleh 250 peserta yang merupakan perwakilan dari organisasi kepemudaan di Nganjuk. Ahmad Malik, Ketua FAPN, mengungkapkan bahwa peserta seminar berasal dari berbagai organisasi yang ada di wilayah Nganjuk.
Marsinah, seorang perempuan yang menjadi simbol perjuangan hak-hak buruh, kembali diangkat sebagai tokoh yang perlu mendapatkan pengakuan lebih. Wakil Bupati Nganjuk, Trihandy Cahyo Saputro, mengungkapkan bahwa ide pengusulan Marsinah sebagai pahlawan nasional muncul saat peringatan Hari Buruh pada 1 Mei 2025.
“Lalu kami bekerja keras menyiapkan administrasinya, termasuk dengan pihak keluarga dan teman-teman almarhumah,” ujarnya. Menurutnya, usulan ini menjadi pengingat bagi bangsa Indonesia bahwa Marsinah adalah seorang pejuang tangguh yang berjuang untuk hak-hak buruh dari desa.
Menteri Sosial Saaifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul mengungkapkan kekagumannya terhadap Marsinah, yang ia nilai sebagai simbol keberanian. “Sebagai simbol keberanian yang sederhana tapi menggetarkan,” ujarnya.
Gus Ipul menambahkan bahwa keberanian Marsinah menggugah hati nurani banyak orang, bahwa keringat manusia harus diupah sesuai dengan haknya, meskipun hal tersebut harus dibayar dengan nyawa.
Para narasumber yang hadir dalam Seminar Marsinah di Nganjuk
Agus Jabo Priyono, Wakil Mensos, mengungkapkan kekagumannya terhadap Marsinah sejak masa kuliah. “Meski usianya sama dengan saya, tapi dia mati karena berjuang dan melawan ketidakadilan atas sistem yang menghisap para buruh,” ujarnya.
Sebagai mantan aktivis 1998, Agus juga menegaskan bahwa Gerakan Reformasi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari gerakan yang dilakukan Marsinah. “Yang dilakukan Marsinah menginspirasi dan memberikan kontribusi besar dalam sistem perpolitikan di Indonesia, dari ketidakadilan menjadi demokrasi,” tambahnya.
Di sisi lain, Irwan Setiawan dari Komnas Perempuan juga mengapresiasi langkah Nganjuk yang mengusulkan Marsinah sebagai pahlawan nasional. Marsinah, yang pada tahun 2015 diberi penghargaan sebagai perempuan pembela HAM, dianggap layak untuk mendapatkan pengakuan lebih.
Namun, pandangan berbeda datang dari Didik Prajogo, seorang sejarawan dari Universitas Indonesia. Didik menilai perjuangan Marsinah patut dicontoh karena datang dari kalangan bawah, tidak seperti tokoh-tokoh sejarah pada umumnya yang berasal dari kaum bangsawan atau elit. “Perjuangan tokoh dari desa yang luar biasa dalam merebut keadilan dan kesetaraan,” pungkasnya.
Marsinah, meskipun hidup hanya sekitar 24 tahun, telah meninggalkan jejak sejarah yang mendalam, terutama dalam perjuangan untuk hak-hak buruh perempuan. Sosoknya kini semakin diakui sebagai salah satu pahlawan yang layak mendapatkan tempat dalam sejarah Indonesia. [suf]
