Jakarta (beritajatim.com) – Komisi C DPRD Kota Surabaya mendesak PT Pertamina (Persero) menghentikan sengketa tanah warga yang disebut berada dalam kawasan Eigendom Verponding 1278.
Permintaan itu disampaikan saat rombongan DPRD Surabaya menemui Kementerian ATR/BPN dan manajemen Pertamina di Jakarta, bersama sejumlah perwakilan warga yang terdampak, Jumat (10/10/2025).
Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Josiah Michael, mengatakan pihaknya mempertanyakan dasar hukum kepemilikan lahan Eigendom 1278 oleh Pertamina yang dinilai belum dikonversi sesuai ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 dan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979. Menurutnya, tanpa proses konversi, status kepemilikan tersebut tidak lagi memiliki kekuatan hukum tetap.
“Sehingga seharusnya itu telah kehilangan statusnya sebagai hak kebendaan. Kami berharap warga segera mendapat kepastian hukum karena selama ini resah dengan klaim Pertamina, dan membuat mereka kesulitan bila ingin melakukan peralihan hak atas tanahnya. Apalagi ternyata Pertamina juga kesulitan menjelaskan tentang batas-batas Eigendom yang mereka klaim,” ujar Josiah.
Josiah menjelaskan, sebagian besar warga telah memiliki alas hak yang sah berupa sertifikat hak milik (SHM) dan hak guna bangunan (HGB). Ia berharap Pertamina tidak lagi menggunakan mekanisme pemblokiran administratif di BPN yang justru menyulitkan warga dalam mengurus tanahnya.
“Oleh karena itu, kami berharap BPN, dalam hal ini Kantor Pertanahan Surabaya, juga segera menghapus seluruh catatan blokir yang telah lewat masa 30 hari serta tidak didasarkan pada perintah pengadilan yang sah,” ujarnya.
Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan, menilai langkah administratif yang dilakukan Pertamina justru menimbulkan ketidakpastian hukum. Ia menilai, sebagai BUMN, Pertamina seharusnya menjadi teladan dalam kepatuhan terhadap ketentuan agraria dan administrasi pertanahan.
“Karena ketika kami tanyakan apa upaya yang dilakukan Pertamina dalam menjalankan mandat UU Pokok Agraria 1960 untuk melakukan konversi hak atas tanah dari Eigendom sebelum tenggat waktu pada 1980, bilamana memang klaim Eigendom itu benar, mereka ternyata belum mampu menjelaskan secara gamblang,” ujar Eri.
Eri juga mengkritisi langkah BPN yang menindaklanjuti permohonan pemblokiran dari Pertamina tanpa dasar hukum yang jelas.
“Kami juga menyoroti BPN yang melakukan pemblokiran berdasarkan surat permintaan Pertamina pada 6 November 2023 tetapi tanpa disertai adanya gugatan yang terdaftar di pengadilan, dan terus berlangsung sampai saat ini alias telah lewat masa 30 hari. Ini berpotensi cacat prosedural,” imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi C, Aning Rahmawati, berharap penyelesaian sengketa tanah ini dilakukan dengan cara yang adil dan berpihak pada kepentingan warga. Ia menegaskan DPRD akan terus memantau proses hingga warga mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang mereka tempati.
“Kami berharap prosesnya segera tuntas, warga tidak digantung dalam ketidakpastian, karena ini menyangkut hak atas tanah yang sangat krusial bagi warga,” jelas Aning.
“Pendapat hukum dari Kejaksaan yang saat ini sedang berproses harapannya betul-betul menjadi dasar kuat untuk kepastian kepemilikan aset oleh warga agar segera terealisasi,” imbuhnya.
Sekretaris Komisi C, Alif Iman Waluyo, menambahkan DPRD akan terus membuka ruang komunikasi antara semua pihak agar penyelesaian bisa berjalan konstruktif. “Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait agar masalah ini bisa segera terurai solusinya dengan baik,” pungkad Alif. [asg/ian]
