Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Satu Acara dengan Saksi Kasus Mesin EDC
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak berada dalam satu acara dengan saksi yang sudah diperiksa penyidik, yakni Direktur Utama Dana Pensiun PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) (Persero), Ngatari.
Adapun acara itu berlangsung di Jakarta pada Selasa (7/10/2025) dengan tema ‘Leadership with Integrity for Excellent Leader’.
Ngatari sudah diperiksa KPK terkait kasus pengadaan mesin EDC pada Senin (6/10/2025).
Pasal 36 UU KPK mengatur larangan pimpinan KPK bertemu secara langsung atau tidak langsung dengan pihak berperkara atau yang terkait. Berikut bunyi pasalnya:
Pasal 36
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun;
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, Johanis Tanak dalam acara tersebut sebagai narasumber dalam forum terbuka, baik bersama narasumber lain maupun peserta.
“Pada kegiatan ini Pimpinan diundang sebagai narasumber dalam forum terbuka, baik bersama narasumber lain maupun peserta,” kata Budi dalam keterangannya, Jumat (10/10/2025).
Budi mengatakan, kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memberikan edukasi antikorupsi, khususnya kepada para pelaku dunia usaha sektor keuangan.
Dia mengatakan, KPK mengingatkan pentingnya menerapkan prinsip-prinsip usaha yang berintegritas, dalam rangka mewujudkan iklim bisnis yang bersih dan antikorupsi.
“Mengingat jika kita bicara pemberantasan korupsi, maka selain penindakan, KPK juga terus gencar melakukan upaya-upaya pencegahan, pendidikan, dan koordinasi supervisi. Upaya pemberantasan korupsi ini sekaligus juga mendukung kinerja dunia usaha yang lebih efektif dan efisien,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni eks Direktur IT BRI Indra Utoyo, eks Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto, eks SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI Dedi Sunardi, Direktur PT Pasific Cipta Solusi Elvizar, dan petinggi PT Bringin Inti Teknologi Rudi Suprayudi Kartadidjadja.
“Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan EDC Android yang dilakukan secara melawan hukum,” kata Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, (9/7/2025).
Kasus ini bermula pada tahun 2019 ketika Elvizar beberapa kali bertemu Indra Utoyo dan Catur Budi Harto yang menyepakati agar perusahaan Elvizar akan menjadi vendor pengadaan EDC bekerja sama dengan PT Bringin Inti Teknologi.
Asep menyebutkan, hal tersebut melanggar aturan karena proses pengadaan barang seharusnya melalui vendor dilakukan dengan cara lelang. “Untuk pengujian ini pun juga tidak dilakukan secara luas, tidak diinformasikan secara luas. Sehingga vendor-vendor lain, merek-merek lain itu tidak bisa mengikutinya,” tutur Asep.
KPK mengungkapkan, atas kesepakatan itu, Catur Budi menerima Rp 525 juta, sepeda, dan dua ekor kuda dari Elvizar.
Dedi Sunardi menerima sepeda Cannondale senilai Rp 60 juta dari Elvizar.
Sementara, Rudi menerima uang sebesar Rp 19,772 miliar sepanjang 2020-2024.
KPK juga menaksir kerugian negara akibat kasus korupsi tersebut mencapai Rp 744 miliar. “Kerugian keuangan negara yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp 744.540.374.314,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Satu Acara dengan Saksi Kasus Mesin EDC Nasional 10 Oktober 2025
/data/photo/2025/10/10/68e8df3e72d00.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)