Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia melaporkan bahwa cadangan devisa telah menurun dalam tiga bulan beruntun.
Bank Indonesia mencatat cadangan devisa sebesar US$148,7 miliar pada akhir September 2025. Angka itu menandakan terjadinya tren penurunan cadangan devisa dari US$152,6 pada Juni 2025, US$152 miliar pada Juli 2025, dan US$150,7 miliar pada Agustus 2025.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku tidak khawatir dengan perkembangan cadangan devisa tersebut. Menurutnya, penurunan tersebut terjadi karena otoritas sedang melakukan stabilisasi pasar.
Lagi pula, sambungnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belakangan terus naik beberapa waktu belakangan. Purbaya pun meyakini pasar mulai semakin percaya diri dengan perusahaan-perusahaan dan perkembangan ekonomi Indonesia ke depan.
“Itu asing pelan-pelan akan masuk lagi. Jadi dia [cadangan devisa] untuk menambah sentimen positif ke ekonomi, harus seperti itu emang, cadev [cadangan devisa] emang digunakan untuk itu,” kata Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menilai penurunan cadangan devisa terjadi akibat dua faktor utama yang berlangsung bersamaan, yakni pembayaran utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo dan intervensi BI di pasar valuta asing.
Di luar dua faktor utama itu, sambungnya, ada tiga penekan tambahan yang membuat tren penurunan bertahan. Pertama, penguatan dolar yang menggerus nilai cadangan berdenominasi mata uang non dolar secara perhitungan.
Kedua, normalisasi penerimaan devisa ekspor setelah lonjakan pada paruh pertama tahun ini. Ketiga, arus modal portofolio yang mudah berubah mengikuti dinamika kebijakan dagang dan politik di negara maju.
Meski mengalami penurunan, posisi cadangan devisa saat ini dinilai masih aman. Menurut Josua, level US$148,7 miliar setara dengan pembiayaan enam bulan impor, jauh di atas ambang batas kecukupan internasional tiga bulan.
“Sehingga daya tahan eksternal tetap terjaga,” ujar Josua kepada Bisnis, dikutip Rabu (8/10/2025).
Untuk prospek ke depan, Josua menilai arah cadangan devisa akan sangat bergantung pada keseimbangan antara kebutuhan stabilisasi rupiah dan masuknya arus devisa baru. Dia memperkirakan, dengan peluang pelonggaran suku bunga global dan fundamental domestik yang relatif solid, tekanan terhadap cadangan akan mulai berkurang.
Dia memproyeksikan cadangan devisa berpeluang stabil lalu naik tipis di kisaran US$150–156 miliar pada akhir tahun. Hanya saja, dia mengingatkan bahwa risiko eksternal seperti penguatan kembali dolar, ketidakpastian geopolitik, atau kenaikan impor dan pembayaran eksternal masih bisa menahan pemulihan cadangan.
Sebaliknya, perbaikan harga komoditas ekspor dan penguatan arus modal portofolio ke surat berharga negara (SBN) maupun saham akan menjadi faktor penopang tambahan.
“Ke depan, peluang stabil hingga meningkat kembali lebih besar dibanding penurunan berlanjut, selama ketidakpastian eksternal mereda dan aliran devisa membaik,” kata Josua.
Dia menyimpulkan, faktor-faktor yang perlu dipantau ke depan meliputi kekuatan dolar, perkembangan harga komoditas, arus portofolio ke SBN dan saham, serta jadwal pembayaran eksternal pemerintah dan BUMN.
Laporan Bank Indonesia
Sebelumnya, Bank Indonesia melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia mencapai US$148,7 miliar atau sekitar Rp2.461 triliun per akhir September 2025.
Posisi cadangan devisa ini lebih rendah US$2 miliar atau Rp33 triliun dari posisi pada akhir Agustus 2025 yang mencapai US$150,7 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Deny Prakoso mengatakan penurunan ini dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.
Posisi cadangan devisa akhir September 2025 tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
”Bank Indonesia menilai cadangan devisa ini tetap kuat mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ungkap Ramdan dalam keterangan resminya, Selasa (7/10/2025).
Dia menambahkan, BI meyakini ketahanan sektor eksternal tetap kuat sejalan dengan prospek ekspor yang tetap terjaga serta neraca transaksi modal dan finansial yang diperkirakan tetap mencatatkan surplus.
Hal ini sejalan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik dan imbal hasil investasi yang tetap menarik.
”Bank Indonesia terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkasnya.
