Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo, Arif Suhartono menyatakan perseroan siap mendukung rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memeriksa secara acak jalur hijau impor guna meningkatkan kepatuhan importir.
Arif menilai, pemeriksaan acak di jalur hijau bea cukai tidak mengganggu selama tidak memengaruhi operasional terminal petikemas maupun kargo di pelabuhan.
“Jadi dwelling time kita sudah bagus. Pemeriksaan secara random jalur hijau tidak mengganggu, yang penting tidak mengganggu operasional,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (30/9/2025).
Adapun dwelling time di pelabuhan menurut data Lembaga National Single Window (LNSW) Kemenkeu yakni 2,47 hari per Agustus 2025. Secara terperinci, dwelling time di lima pelauhan terbesar di Indonesia adalah Belawan 2,46 hari, Tanjung Priok 2,29 hari, Tanjung Perak 2,73 hari dan Makassar 2,14 hari. Hanya Tanjung Emas, Semarang, yang saat ini masih 3,45 hari.
Anak usaha Pelindo, yakni Subholding Pelindo Terminal Petikemas, terang Arif nantinya hanya akan mengikuti instruksi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu). BUMN pelabuhan itu hanya akan mendukung instruksi dari Bea Cukai selaku otoritas kepabeanan di pelabuhan.
Arif tak menjawab apabila rencana Kemenkeu itu sudah dikoordinasikan dengan Pelindo. Namun, dia menyebut perseroan tidak perlu komunikasi secara formal.
“Perintah untuk dicek [fisik secara acak] murni call-nya dari Bea Cukai, jadi tidak perlu ada komunikasi. Secara normal aja,” paparnya.
Adapun berdasarkan data LNSW, pemeriksaan kepabeanan atau customs clearance di jalur hijau bea cukai pelabuhan tidak memberikan porsi pada penghitungan dwelling time per Agustus 2025. Sebab, pemberitahuan pabean yang disampaikan oleh pelaku usaha langsung mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
Berbeda dengan jalur merah, di mana importir dan impor terkategorikan risiko tinggi, rata-rata lama pemeriksaan kepabeanan bisa menyumbang hingga 3,74 hari kepada dwelling time.
“Namun yang perlu digarisbawahi proporsi jalur merah dari total keseluruhan importasi yang menggunakan dokumen BC 2.0 hanya sebesar 6,04%. Itu sebabnya hasil DT secara umum adalah sebesar 2.47 hari dengan porsi Customs Clearance PIB hanya sebesar 0.23 Hari,” jelas Direktur Pengelolaan Layanan Data dan Kemitraan LNSW Kemenkeu, Indra Adiwijaya kepada Bisnis.
Di sisi lain, Pembina Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Asosiasi Logistik dan Forwarder (ALFI) DKI Jakarta, Widijanto menilai pemeriksaan kepabeanan di jalur hijau selama ini sangat membantu importir. Namun, dia mengaku belum mendapatkan informasi lengkap dari pihak Bea Cukai Kemenkeu mengenai rencana pemeriksaan fisik secara acak itu.
Apabila pemeriksaan fisik dilakukan dengan sama rata, terang Widijanto, maka tidak akan ada perbedaan antara jalur hijau maupun jalur merah yang tingkat risikonya berbeda. Saat ini, jelasnya, barang impor yang turun dari kapal langsung melewati alat pemindai yakni hico scan.
“Kalau sudah lewat hico scan sesuai [aturan], ya dilepas. Saya kurang tertarik kalau jalur hijau dikembalikan ikut diperiksa fisik juga. Yang penting importir atau pemilik barang jujur dan tidak main-main,” ujarnya kepada Bisnis.
Adapun Menkeu Purbaya pekan lalu, Jumat (26/9/2025), menyebut akan meningkatan penegakan hukum dan kepatuhan sejalan dengan naiknya target penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai.
Untuk penerimaaan negara dari kepabeanan, pria yang pernah menjabat Deputi Kemenko Kemaritima dan Investasi itu menyebut otoritas akan memeriksa secara random jalur hijau bea cukai yang sebelumnya tidak pernah tersentuh pemeriksaan fisik.
“Jalur ini biasanya enggak diperiksa. Sekarang kita randomize sehari berapa biji, 10 atau lebih, Dites random, jadi enggak bisa main-main lagi,” jelasnya.
