Marak Peredaran Rokok Ilegal, Kemenperin Bakal Siapkan Aturan Baru

Marak Peredaran Rokok Ilegal, Kemenperin Bakal Siapkan Aturan Baru

JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bakal menyiapkan aturan baru terkait peredaran rokok ilegal cukup marak di masyarakat belakangan ini.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza saat ditemui usai diskusi media bertajuk “Quo Vadis Perlindungan Industri Hasil Tembakau” di Jakarta, Senin, 29 September.

“Ada rencana untuk membuat peraturan baru, sedang disiapkan konsepnya. Nanti kalau sudah siap akan disampaikan ke teman-teman (pers). Yang penting, pengendalian terhadap rokok ilegal bisa dilakukan,” ujar Faisol.

Berdasarkan data Kemenperin, peredaran rokok ilegal di Indonesia terus meningkat selama periode 2019-2023.

Pada 2019, peredaran rokok ilegal sebesar 3,03 persen. Angka itu terus menumbuhkan peningkatan dengan mencapai 6,9 persen pada 2023.

Faisol bilang, pelanggaran tertinggi adalah kemasan polos tanpa pita cukai dari jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM).

Menurut dia, keberadaan rokok ilegal itu mengganggu kinerja industri hasil tembakau, terutama menurunnya produksi industri hasil tembakau (IHT) yang legal.

“Hal tersebut akan merugikan produsen rokok legal di Indonesia. Saat ini, sudah ada beberapa produsen terkena dampaknya, di antaranya beberapa mesin pelinting idle, utilisasi menurun hingga terdapat pengurangan tenaga kerja yang pada akhirnya akan memengaruhi kesejahteraan pekerja/buruh industri hasil tembakau,” katanya.

Dia juga menyoroti bagaimana karakter konsumen Indonesia yang sangat sensitif terhadap harga, sehingga konsumen akan memilih harga lebih murah.

“Iklim usaha industri kondusif dapat terwujud apabila adanya kerja sama semua pihak antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha dan masyarakat untuk memberantas peredaran rokok ilegal,” terang Faisol.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, pemerintah tidak akan menaikkan tarif cukai rokok pada 2026.

Adapun kepastian itu disampaikannya usai menggelar pertemuan dengan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) di antaranya perwakilan dari produsen rokok, seperti Djarum, Gudang Garam dan Wismilak pada Jumat, 26 September.

“Saya sudah tadi pagi ketemu dengan Gappri, gabungan pengusaha rokok Indonesia. Ada beberapa orang di situ, antara lain dari Djarum, Gudang Garam, dari Wismilak. Kami diskusi macam-macam, mereka memberi masukan banyak sekali, cuma kelihatannya mesti dipilah-pilah lagi masukannya, karena cukup rumit,” katanya dalam media briefing, Jumat, 26 September.

Purbaya menambahkan, dari mereka sendiri tampaknya masih belum seragam soal apa yang sebaiknya diajukan, sehingga dirinya meminta mereka untuk mendiskusikan dan merumuskan kembali masukan lebih terstruktur dan tidak berat sebelah.

“Tapi saya minta mereka tulis masukannya lagi, diskusi antara mereka, sehingga masukannya enggak menguntungkan satu atau merugikan lain,” ujarnya.

Dalam diskusi tersebut, Purbaya sempat menanyakan pandangan pelaku industri terkait kemungkinan perubahan tarif cukai.

Namun, para produsen justru meminta agar tidak ada perubahan.

“Tapi satu hal yang saya diskusikan dengan mereka, apakah saya perlu merubah tarif cukai, ya, 2026? Mereka bilang asal enggak diubah sudah cukup, ya sudah saya enggak ubah. Padahal, saya mikir mau turunin, dia minta asal tidak yaudah,” tuturnya.

“Waktu itu minta turun, untungnya dia minta konstan saja, yaudah kami enggak naikkan. Jadi, tahun 2026 tarif cukai tidak kami naikkan,” tambahnya.