Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa buka suara soal penaikan bunga deposito valas oleh himbara di tengah keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong repatriasi dolar WNI di luar negeri. Awalnya, Purbaya memastikan bahwa pihaknya tidak memberikan perintah kepada himbara untuk menaikkan bunga deposito valas hingga ke 4%.
Dia meyakini bahwa Danantara tidak melakukan intervensi secara langsung, karena praktik bisnis yang didorong sesuai dengan kondisi pasar.
Adapun dia mengakui bahwa sebelumnya pemerintah memang tengah mempertimbangkan insentif untuk mendorong repatriasi dolar WNI yang ditaruh di luar negeri, salah satunya dari Singapura. Hal itu juga diungkapkan pertama kali oleh Purbaya usai rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jumat (19/9/2025).
“Memang pernah ada diskusi kan waktu itu saya bilang di sana bahwa akan ada insentif ke pemegang valas, supaya mindahin valas dari Singapura ke Indonesia, kira-kira gitu. Cuma itu masih belum selesai, masih ada risiko yang mesti dihitung. Dan sepertinya pada waktu Presiden memerintahkan timnya untuk menghitung risiko yang mereka sebelumnya tidak hitung,” ujarnya dikutip Sabtu (27/9/2025).
Secara pribadi, Purbaya menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang pro pasar (pro market) sehingga kebijakan yang didorong olehnya bukan bunga rendah, melainkan untuk mendorong penambahan suplai uang di sistem perekonomian.
Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu mengakui bahwa keputusan himbara untuk menaikkan bunga deposito valas itu akan mendorong konversi deposito rupiah ke denominasi dolar.
Saat bunga deposito valas dinaikkan lebih tinggi ke 4%, di sisi lain LPS justru menurunkan suku bunga penjaminan rupiah. Terakhir, tingkat bunga penjaminan (TBP) sudah kembali dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5%.
Purbaya mengklaim sudah mewanti-wanti tim Presiden Prabowo terkait dengan risiko tersebut. Namun, dia tidak memerinci lebih lanjut siapa tim yang dimaksud.
“Saya udah memberi masukan itu, jadi mereka harus hitung itu. Dulu saya selalu hitung sih, cuma saya enggak tahu kenapa keluar angka itu. Mungkin ada yang terlalu eager menjalankan ide Pak Presiden. Artinya belum dihitung dulu risikonya,” kata Purbaya.
