Sidang Korupsi Gula Sempat Ricuh, Hotman Paris dan Jaksa Saling Sela Periksa Ahli BPKP Nasional 26 September 2025

Sidang Korupsi Gula Sempat Ricuh, Hotman Paris dan Jaksa Saling Sela Periksa Ahli BPKP
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 September 2025

Sidang Korupsi Gula Sempat Ricuh, Hotman Paris dan Jaksa Saling Sela Periksa Ahli BPKP
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sidang lanjutan kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) sempat ricuh saat jaksa penuntut umum dan kuasa hukum dari Direktur PT Angels Products, Tony Wijaya, Hotman Paris, saling sela dan menaikkan suara.
Hal ini terjadi saat Auditor Ahli Muda BPKP, Chusnul Khotimah, yang dihadirkan oleh JPU, tengah diperiksa dalam sidang.
Sebelum sidang berujung ricuh, Hotman bertanya kepada Chusnul terkait dasar perhitungan Cost Insurance Freight (CIF), salah satu indikator perhitungan kerugian keuangan negara.
Hotman mencecar Chusnul, apakah CIF dalam dokumen kepabeanan ini dihitung berdasarkan harga gula kristal putih (GKP) atau gula kristal mentah (GKM).
Chusnul mengatakan, dalam perhitungan CIF ini, BPKP menggunakan beberapa data dan dokumen, tidak berdasar pada satu dokumen saja.
Namun, Hotman menilai Chusnul tidak memahami pertanyaan yang dimaksudnya.
Melalui majelis hakim, Chusnul diminta ke depan untuk melihat dokumen yang dimaksud Hotman.
Hakim pun meminta Chusnul melihat dokumen tersebut.
“Benar enggak tertulis di sini, bahwa yang dihitung kerugian keuangan negara itu harga GKM plus 10 persen tarif,” ujar Hotman dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).
Usai melihat dokumen dan data yang dimaksud Hotman, Chusnul membenarkan kalau harga CIF dihitung dari harga GKM.
Sementara, Hotman menilai, harga CIF harus dihitung berdasarkan GKP, sesuai barang yang diimpor.
“Baik, untuk tadi yang ditunjukkan di depan, untuk kolom P, ini memang pengalihan dari CIF, dalam hal ini, kami ambil dari CIF GKM,” jawab Chusnul.
Hotman menilai, Chusnul merasa terpojok usai ditunjukkan lampiran hasil audit BPKP.
“Jadi, sudah anda terpojok, anda mengakui…” kata Hotman.
Belum selesai Hotman menyelesaikan komentarnya, tiba-tiba jaksa menyampaikan keberatannya dan bersuara tinggi.
“Keberatan majelis, tidak perlu menyimpulkan,” kata salah satu jaksa sambil menunjuk ke arah Hotman.
Mendengar keberatan jaksa, Hotman membalas.
“Saya tetap berhak protes. Karena, ini adalah…” kata Hotman.
Suara jaksa dan Hotman sama-sama meninggi.
Mereka saling sela saat menyampaikan keberatannya.
“Bahasa rekayasa keberatan. Kami keberatan dengan bahasa rekayasa,” kata jaksa lain dengan setengah berteriak.
Suara dari mikrofon kubu jaksa dan Hotman bertubrukan hingga kalimat mereka tidak terdengar jelas.
Sebelum kericuhan berlarut-larut, ketukan palu hakim terdengar bergema di ruang sidang.
Tiga kali ketukan palu diberikan oleh ketua majelis hakim, Dennie Arsan Fatrika.
“Ya, kalau masih ribut juga,” kata Hakim Dennie usai mengetuk palu.
Setelah hakim buka suara, Hotman sempat mengajukan keberatannya lagi atas perilaku jaksa.
Namun, hakim meminta Hotman berhenti.
“Cukup. Cukup,” kata Hakim Dennie.
“Ini bagian kami. Benar, benar kok. Dia (Chusnul) sudah akui,” protes Hotman.
Namun, hakim Dennie mengingatkan agar Hotman memberikan pertanyaan dengan kata-kata yang lebih sopan.
“Iya, tentu ada batasannya untuk memberikan pertanyaan. Silakan dilanjut dengan kata-kata yang lebih sopan,” kata Hakim Dennie.
Situasi ruang sidang kembali kondusif.
Sebelum melanjutkan kembali pemeriksaan ahli, hakim juga memberikan peringatan kepada jaksa.
“Ya, penuntut umum juga ya. Setelah kami berikan kesempatan baru bicara ya,” tegas Hakim Dennie.
Dalam kasus ini, sembilan terdakwa dari korporasi ini diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
Awalnya, eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjadi salah satu terdakwa dalam kasus ini.
Setelah proses persidangan bergulir, Tom dijatuhkan vonis oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan pidana 4,5 tahun penjara.
Namun, Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom, dan Tom pun bebas pada 1 Agustus 2025.
Abolisi yang diterima Tom menghapus proses hukum dan akibat hukum atas perbuatannya.
Saat ini, diketahui ada 10 terdakwa lain yang juga diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
Satu terdakwa telah divonis bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Ia adalah mantan Direktur PT PPI, Charles Sitorus, yang dihukum 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
Sementara, ada sembilan terdakwa dari pihak korporasi yang masih menjalani proses persidangan.
Para terdakwa ini antara lain, Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products, Tony Wijaya NG; Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo; Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan; Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat; Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca; dan Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat; Kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A. Tiwow; Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama; dan Direktur PT Kebun Tebu Mas, Ali Sandjaja Boedidarmo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.