BGN Dinilai Belum Optimal Kawal Program MBG Rp71 Triliun

BGN Dinilai Belum Optimal Kawal Program MBG Rp71 Triliun

JAKARTA- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto menjadi salah satu mimpi besar bangsa. Untuk tahap awal, pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp71 triliun dalam APBN 2025 guna mendukung pelaksanaan program tersebut.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan akan menarik kembali anggaran apabila serapannya tidak berjalan sesuai target. Negara menargetkan pembangunan 20 ribu hingga 32 ribu dapur Sentra Pangan Program Gizi (SPPG).

Namun, di tengah upaya tersebut, Badan Gizi Nasional (BGN) dinilai belum menunjukkan kinerja optimal. Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus menilai BGN masih terjebak pada urusan aplikasi dan belum mendorong kerja sama nyata dengan mitra di lapangan.

Menurut Iskandar, mitra dapur MBG sebenarnya merupakan aset nyata pemerintah yang tidak pernah dikonsolidasikan oleh BGN. Ia menyebut banyak pemilik tanah, bangunan, maupun peralatan masak lengkap yang bisa dimanfaatkan untuk program ini, tetapi justru dibiarkan tercerai-berai.

“BGN seharusnya menjadi dirigen yang menyatukan potensi ini. Negara tidak boleh hanya jadi penonton pasif,” ujarnya, Selasa 23 September.

IAW juga menyoroti munculnya sejumlah kasus keracunan makanan pada program MBG. Terbaru, puluhan anak dilaporkan mengalami keracunan akibat nasi basi. Kondisi ini menimbulkan persepsi buruk di masyarakat karena tidak ada penanganan krisis yang jelas dari BGN.

“Apakah BGN membentuk crisis center? Apakah ada audit terbuka? Jawabannya nihil. Padahal kepercayaan publik bisa runtuh kalau BGN terus gagal menunjukkan manajemen krisis,” kata Iskandar.

IAW menilai solusi penguatan program MBG sebenarnya sudah tersedia di dalam Kementerian Keuangan melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Lembaga itu memiliki kewenangan untuk mengelola pembiayaan ultra mikro dan investasi strategis sebagaimana diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2008 serta PMK Nomor 52 Tahun 2017.

Menurut IAW, PIP bisa berperan sebagai penyedia modal awal, penjamin kredit perbankan, sekaligus katalis koordinasi lintas sektor untuk memetakan serta mengonsolidasikan aset mitra dapur secara nasional. Dengan pola ini, BGN tidak perlu lagi menunggu aplikasi, tetapi tinggal memanfaatkan instrumen yang telah tersedia.

“Kalau BGN tetap pasif, risikonya adalah audit BPK, kerugian sosial-politik, bahkan potensi kriminalisasi akibat kasus keracunan anak. Menteri Keuangan sudah melompat, Presiden sudah memberi mandat, instrumen sudah ada lewat PIP. Tinggal BGN, apakah mau ikut berlari atau tercatat dalam sejarah sebagai lembaga yang gagal menjemput momentum emas MBG,” tegas Iskandar.